Bidadari Langit Pesantren

Moore
Chapter #14

Antara Assasin dan Hasyasyin

“Kamu lihat rumah itu, My?” Ucap Ammar sambil menunjuk suatu rumah.

Azmy hanya menganggukkan kepalanya disertai tangisan yang semakin reda.

“Rumah itu dulunya adalah milik seorang Belanda. Kini rumah itu sudah tidak berpenghuni. Meskipun begitu, rumah tersebut masih berdiri kokoh sampai sekarang. Konon, rumah itu angker karena sudah tidak ditempati selama puluhan tahun.”

Kedua kakak beradik itu memandangi rumah itu lekat-lekat. Rumah itu sangat megah dengan cat putih yang mendominasi disertai halaman yang luas tetapi tidak terurus. Temboknya banyak yang retak. Tidak sedikit dari fondasi rumah tersebut yang dimakan rayap. Anehnya, rumah itu masih berdiri kokoh tanpa ada satupun yang runtuh di dalamnya.

“Desa kita dulu itu pernah dijajah oleh Belanda. Tetapi, tokoh agama desa yang makamnya berada di masjid dan namanya diabadikan sebagai nama jalan di desa ini merupakan sosok yang paling berjasa dalam mengusir penjajah. Masjid kita tercinta, dulunya tidak akan hancur meskipun yang menghantamnya adalah bom dari Belanda. Itu sebab pendahulu kita yang berjuang sekuat tenaga demi bebas dari penjajah hingga darah tak tersisa. Di samping itu, amalan-amalan yang mereka pakai juga tidak bisa terpisahkan dari hal-hal ajaib yang terjadi.

“Negara kita pernah mengalami masa-masa kritis dahulu setelah dijajah Belanda. Terlepas dari penjajahan dari luar, negeri kita juga dijajah dari dalam. Para kiai dan tokoh agama yang diincar dan dibunuh waktu itu. Mereka dianggap sebagai musuh utama para pemberontak yang ingin menghancurkan ideologi bangsa yang berdasarkan pada asas pancasila. Hampir semua warga desa kita terkena imbasnya. Entah itu diganggu ketika diluar rumah maupun di dalam rumah. Entah sebagian dari barang mereka tiba-tiba menghilang. Entah hewan peliharaan mereka yang mati secara tiba-tiba.

“Waktu itu, masih terdapat beberapa pendekar desa yang berjuang melawan para pemberontak setelah wafatnya para kiai dan tokoh agama yang ada di desa. Rata-rata pendekar tersebut merupakan santri dari para kiai tersebut. Tentu saja, ada amalan khusus yang diwariskan kepada mereka sehingga sebagian dari mereka ada yang tidak tertembus peluru, ada yang bisa menyelam dalam waktu lama, ada yang bisa menumbangkan helikopter hanya dengan kacang hijau yang dilempar. Warga desa kita, dulunya menyebut para pendekar tersebut dengan istilah “Ninja”.

“Kayak di film aja, Mas. Pake ninja-ninja segala.” Tangis Azmy telah menghilang.

Lihat selengkapnya