“Lihat . . . Ada pesawat.” Teriakan Azmy membubarkan halusinasi Ammar tentang masa lalu mereka berdua. Memang masa lalu yang indah dalam kebersamaan.
Kakak beradik yang sudah memasuki masa remaja dan dewasa itu saling bertatap muka. Mereka seolah-olah ingin menyampaikan sesuatu tetapi lidah mereka seakan-akan tertahan sampai Ammar dapat membuka mulutnya.
“Pemandangan disini indah sekali, tidak berubah dan masih sama dengan sepuluh tahun yang lalu. Semuanya masih asri, tanpa adanya polusi. Seger banget.”
Ammar menunjuk ke salah satu rumah di ujung sawah, "Masih ingat rumah itu?"
"Inget sih, dulu kan sering main petak umpet disana."
Ammar tersenyum.
"Eh iya mas, aku masih penasaran kenapa rumah itu dibiarkan di persawahan kayak gini? Kenapa harus disini padahal nggak ada rumah lagi selain itu?"
“Gini, My, rumah itu dulunya adalah milik seorang Belanda. Kini rumah itu sudah tidak berpenghuni. Meskipun begitu, rumah tersebut masih berdiri kokoh sampai sekarang. Konon, rumah itu angker karena sudah tidak ditempati selama puluhan tahun.”
Kedua kakak beradik itu memandangi rumah itu lekat-lekat. Rumah itu sangat megah dengan cat putih yang mendominasi disertai halaman yang luas tetapi tidak terurus. Temboknya banyak yang retak. Tidak sedikit dari fondasi rumah tersebut yang dimakan rayap. Anehnya, rumah itu masih berdiri kokoh tanpa ada satupun yang runtuh di dalamnya.