Bidadari Langit Pesantren

Moore
Chapter #16

Yang Dikhawatirkan Terjadi

Beberapa bulan berlalu. Azmy sudah lama kembali ke pesantren. Ammar yang kini masih berkutat dengan kuliahnya di Jakarta, harus berjuang karena sebentar lagi sidang tesis akan dilaksanakan. Ia dapat menyelesaikan tesisnya minggu lalu dan tinggal menunggu waktu persidangan tiba. Hingga hari itu datang, semua berubah.

“Mar, cepat pulang. Sakit ayahmu kambuh lagi.” Ibu berbicara dari telepon dengan iringan tangis yang terdengar jelas.

Air mata Ammar menetes. Ia berada di Jakarta dan sedang mempersiapkan ujian tesisnya yang dilaksanakan sore ini. Hari ini adalah ulang tahun ayahnya. Ia telah menyiapkan kado yang terbaik dan siap ia kirim. Keinginannya untuk mengirim kado tersebut pupus sudah, kalah oleh hasratnya untuk segera pulang ke rumah melihat wajah Ayah tercinta.

“Bagaimana keadaan ayah, Bu?”

“Ayahmu berada di rumah sakit. Napasnya tersenggal-senggal.”

Tanpa pikir panjang, ia segera menghubungi dosen pembimbing tesisnya tentang keadaan Ayah dan meminta izin untuk pulang setelah ujian berlangsung. Ia juga minta agar dosennya dapat mengoordinasi profesor yang akan mengujinya agar datang tepat waktu, kalau bisa lebih dulu.

Pikiran Ammar melayang kemana-mana. Apakah ayah sudah waktunya untuk menghadap Tuhannya? Kenapa harus secepat ini? Tidakkah ia ingin melihat aku berbahagia dengan lulusku dalam ujian ini? Kenapa harus secepat ini?

Ia tidak mau berpikiran aneh-aneh terlebih dahulu, yang ia inginkan hanyalah segera pulang ke Sidoarjo.

Ammar memuka laptop dan mencari tiket pesawat yang paling cepat mengantarkannya menuju bandara Juanda setelah selesai ujian tesis. Tidak peduli berapapun harganya, tetap ia akan beli. Setelah mencari beberapa menit, akhirnya ia berhasil menemukan tiket yang diinginkan.

Alhamdulillah.” Ucap Ammar dalam hati.

Dalam hati ia bertekad, ia harus menunjukkan yang terbaik kepada Ayah. Nilainya harus menjadi yang tertinggi dari teman seangkatannya, juga yang tercepat. Keinginannya untuk istirahat pagi itu, ia batalkan. Ia membaca kembali tesis yang sudah ia ketik. Dua hari ini ia tidak tidur untuk mempersiapkan ujiannya dan ini adalah hari ketiga. Ia tidak peduli kondisinya sore nanti saat ujian. Yang terpenting baginya adalah menghadiahkan yang terindah di saat-saat terakhir Ayah.

Lihat selengkapnya