Bidadari Langit Pesantren

Moore
Chapter #20

Azmy Keras Kepala

Suara tahlil menggema di rumah Ammar. Hari ini adalah hari ketujuh pasca meninggalnya ayah. Kesedihan di hati Ammar dan ibu masih tersisa. Bagaimana tidak, ibu yang menemani ayah selama dua puluh tahun lebih, kini harus merelakan dirinya untuk ditinggal kekasih hidupnya. Yang lebih parah, Azmy, adik Ammar itu terbaring di kamarnya karena beban pikiran yang menimpanya.

“Dek, kamu jangan terlalu banyak mikir. Ingat-ingat pesen dokter dulu pas kamu dibolehin pulang.” Ammar terus mengusap rambut hitam adiknya.

“Aku masih ingat kok. Aku kasihan sama ibu. Ibu harus menanggung beban hidup keluarga.”

“Kamu yang sabar, ibu pasti bisa melewatinya. Ibu nggak sendirian kok. Kamu jangan mikir yang nggak-nggak pokoknya.”

Ibu masuk kamar dengan mata sembab karena menangis.

“Biarlah semua ini ibu yang nanggung, My. Kamu harus sembuh. Orang-orang di pesantren masih mengharapkanmu. Kamu jangan terlalu mikir.”

“Mas Ammar siap bantu ibu kapanpun. Kamu cepat sembuh biar ibu nggak tambah sedih.” Ucap Ammar dengan memaksakan senyum.

Sakit Azmy kambuh lagi. Terkadang ia tiba-tiba pingsan saat mengambil minum di kulkas maupun sedang salat. Kadang ia sadar kembali seketika. Kadang juga mengingau sendiri di malam hari. Hal itulah yang membuat Ammar selalu memikirkan kondisi adiknya yang semakin hari makin buruk karena ditinggal ayah.

“Azmy nggak sakit apa-apa, Bu. Azmy masih sehat. Mending uang peninggalan ayah digunakan untuk pembangunan pesantren. Nggak banyak sih, tapi itu lebih berguna.”

Ucapan Azmy barusan sangat menyentuh hati ibu dan Ammar.

Darah ibu sedikit naik. Ia merasa jika Azmy sudah tidak memerlukan perhatiannya lagi. Kesalahpahaman itu yang membuat ibu sedikit naik pitam. Tiba-tiba saja ibu membentak Azmy dengan nada suara yang agak tinggi

“Istighfar, Bu. Istighfar.” Ammar menenangkan ibu.

Lihat selengkapnya