“Azmy . . .” Teriakan ibu dari dalam kamar Azmy.
Ammar, Pakde Ghofur, dan Pak Salam sontak kaget mendengar teriakan tersebut. Mereka yang sedang asyik mengobrol di teras, seketika berlari masuk ke kamar Azmy.
“Kenapa, Bu?” Tanya Ammar sedikit terengah-engah.
“A-adikmu, Nak.” Jawab ibu lirih.
“Kenapa Azmy?”
Ibu hanya diam tanpa suara.
Ammar yang penasaran sekaligus panik, mencoba melihat adiknya dari jarak yang lebih dekat.
Ia memeriksa detak jantung adiknya. Tidak ada denyut.
Ia menempelkan jari telunjuknya ke hidung Azmy. Tidak ada hembusan apapun.
“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.” Ammar menundukkan kepala diikuti beberapa air matanya yang menetes di baju adiknya.
Azmy meninggal.
Adik kandungnya telah tiada.
Berawal dari ayah, kini ia harus ditinggal adik semata wayangnya.
Azmy terbaring lemah di kasur, seluruh badannya lemas. Keringat terlihat samar di dahinya. Tangannya dingin hingga kakinya. Wajahnya memucat. Bibirnya mulai membiru. Ia telah pergi meninggalkan dunia untuk selamanya.