Bidadari Langit Pesantren

Moore
Chapter #23

Tangis Anggrek dan Kamboja

“Ammar langsung ngajak warga buat ke musalla aja, ini biar kami yang mengkafani.”

Pakde Ghofur datang dengan membawa keranda. Ammar sudah berjalan ke musalla dekat rumahnya diikuti beberapa tetangga. Kini tubuh ramping Azmy nampak bersih setelah dimandikan.

Beberapa menit berlalu, jenazah Azmy telah selesai dimandikan dan dikafani. Tiba waktunya untuk menyalatinya. Ammar sendiri yang menjadi imam dalam salat jenazah tersebut.

Ammar berjalan memasuki musalla kecil itu. Yang pertama kali ia rasakan adalah bau kasturi yang menyeruak, menyebar ke seluruh penjuru musalla. Tidak hanya itu, udara langsung berubah dingin dan sejuk begitu kedua kakinya melewati pintu utama musalla.

Ketika salat, ada kejadian menakjubkan. Musalla yang cukup untuk sekitar seratus orang lebih, terasa sesak dan dipadati oleh jamaah yang ingin salat jenazah. Yang lebih aneh lagi, tetangga dan kerabat yang hadir hanya sekitar empat puluh orang. Nampak sekali jika yang hadir bukan hanya penduduk bumi, melainkan beberapa utusan penduduk langit pula.

Usai salat, pemakaman akan langsung disegerakan karena waktu yang terbatas.

“Ibu pingin liat wajah adikmu yang terakhir, Nak.”

Ammar tidak tahu apa yang hendak ia lakukan untuk menanggapi keinginan ibunya. Ia tidak bisa menolak apa yang diinginkan ibunya selama itu baik baginya.

Keranda pun dibuka. Ibu menciumi dahi Azmy dengan penuh cinta dan kasih sayang. Ibu mencium Azmy dengan penuh perasaan. Hampir saja air mata ibu menetes di wajah Azmy yang bersih jika saja Ammar tidak segera menghapusnya.

“Ibu udah bu, kasihan Azmy kalau terus ditangisi. Air mata ibu pasti membuat Azmy bersedih di akhirat sana.”

Ibu memeluk Azmy kuat-kuat. Mata ibu terus memandangi wajah putih nan bersih itu. Ammar bisa melihat jelas perasaan ibu jika ia belum siap berpisah dengan anak bungsunya. Mental yang belum bangkit setelah ditinggal suami tercinta, harus kembali runtuh dengan kepergian Azmy yang tiba-tiba.

Jenazah pun diberangkatkan menuju kuburan. Di kuburan sudah ada beberapa orang yang menunggu kedatangan Azmy. Ammar turun bersama dua orang lain ke dalam liang lahat. Jenazah Azmy ikut diturunkan ke liang lahat setelahnya.

Mata Ammar berkaca-kaca, ia berusaha sekuat tenaga agar air matanya tidak keluar sekarang. Kesabarannya yang telah ia usahakan dikalahkan oleh perasaan sedih dalam hatinya yang membuncah ketika melihat wajah adiknya. Air matanya hampir menetes. Ia meneguhkan dirinya agar liang kubur adiknya bersih dari air mata ratapan seorang hamba yang hampa.

Lihat selengkapnya