Bau sambal terasi tercium tepat ketika waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Sesuai dugaan berita, pagi ini sangat cerah. Awan putih mendominasi langit. Matahari kali ini dibebaskan bersinar ke segala penjuru tanpa penghalang. Ammar masuk rumah sambil membawa dua kotak tempe siap iris.
“Ntar kamu iris tempenya terus rendam dalam bumbu. Irisnya jangan terlalu tipis. Terus bumbunya ada di sebelah kipas angin.” Ucap ibu dari dapur, “Sambalnya bentar lagi matang.”
Ammar segera mengambil pisau dan piring dari dapur. Baru melewati pintu dapur, hidungnya yang peka tiba-tiba mencium bau kesukaannya. Bau sambal bawang pedas manis favoritnya dari kecil dulu, apalagi ibu yang meracik resepnya.
Lebih dari dua jam mereka mempersiapkan seluruh hidangan untuk tamu mereka nanti. Tamu spesial dengan hidangan yang tak kalah spesial. Tempe dan ayam goreng dengan sambal bawang. Sop yang berpasangan dengan sambal terasi. Capjay dan tumis kangkung untuk mereka yang tidak terlalu suka kuah. Semua sudah dihidangkan di ruang tamu.
Ukuran ruang tamu rumah Ammar cenderung lebih luas daripada rumah-rumah pada umumnya. Maklum, ayahnya yang seorang penceramah seringkali kedatangan rombongan tamu dari luar desa, tak jarang juga rombongan dari luar kota ikut mampir sebatas silaturrahmi dan mencari berkah. Tidak ada kursi disana, hanyalah karpet katun halus yang terhampar hampir ke seluruh lantai ruang tamu. Konsep lesehan yang diusung ayahnya lebih disukai karena lebih menambah keakraban antar tamu dan tuan rumah.
Setelah semua makanan siap dihidangkan, Ammar kembali ke dapur untuk membuat es kopyor . Semua bahan sudah disiapkan dan tinggal mencampurnya menjadi satu. Es batu ia masukkan. Ibu menyusul Ammar dengan membawa satu piring kecil sambal bawang ke ruang tamu.
“Alhamdulillah selesai juga.”
“Sesuai perkiraan, Le, setengah delapan pagi sudah siap semua.”
Ammar dan ibu tersenyum lega. Keringat menetes di dahi mereka tanda penat setelah memasak mulai dari pukul lima pagi. Ibu nampak bahagia melihat semua hidangan tertata rapi di ruang tamu.
“Mar, temenin aku ke kebun bentar.” Galih tiba-tiba sudah ada di depan rumah dengan sepeda motornya.
“Eh, tapi aku ada tamu.”
“Iyasih, udah siap semua makanannya.”
“Nggak apa, Le, palingan mereka datang sekitar jam delapan lebih. Bantuin Galih dulu aja.” Ibu mempersilahkan Ammar untuk membantu Galih.
Galih turun dan menyalami ibu diikuti Ammar, lantas langsung pergi kembali ke kebun herbal milik ayah Ammar. Galih yang selama ini merawat kebun itu kadang kesusahan dalam memilah beberapa tanaman asing untuk obat. Terkadang ia meminta bantuan Ammar untuk mengecek bau dan khasiat dari beberapa tanaman yang tidak diketahuinya.
Dua menit berlalu, Ammar dan Galih sudah pergi.