Satu bulan lama nya keluarga besar Naya belum juga pulang dari cabang pondok pesantren di daerah Kediri, Naya sedikit merasa bosan karena ia tidak boleh menggunakan ponsel nya kecuali dalam keadaan mendesak saja. Memang ia bisa kapan saja bermain ponsel nya, namun ia khawatir jika terjadi tuduhan yang kurang mengenakkan disini.
Saat larut pada lamunannya, terlihat pria paruh baya berjalan mendekati Naya. Pria tersebut melihat Naya dengan senyum lembut nya bagaikan seorang Ayah kepada anak.
“Assalamualaikum, apa benar ini Khanaya Zulfa Abigail?”. Tanya pria tersebut.
“Wa’alaikumussalam, iya benar. Mohon maaf anda siapa ya?”.
“MasyaAllah Alhamdulillah, perkenalkan saya Ahmad Hudzaifah. Sepupu Ayahmu nak”.
Lama Naya berpikir keras namun ia merasa tak asing dengan nama terakhir pria tersebut, Dan benar saja jika itu adalah nama marga yang dimiliki oleh Zai.
“Ohh, iya pak maaf baru inget. Kebetulan abah sering sekali cerita tentang njenengan”.
Njenengan adalah sapaan sopan dalam bahasa Jawa, yang artinya sama dengan “Kamu”.
“Nahh Alhamdulillah kalau begitu, mungkin kamu nya saja yang belum kenal dekat dengan saya. Oh iyaa,, kamu sudah kenal dengan anak saya kan? Zai namanya?”.
“Hehe belum kenal akrab pak, hanya sekedar tahu saja. Kebetulan beliau juga mengajar di kelas saya sebagai ustadz bagian hafalan”.
“Tapi sudah tahu kan yaa, yasudah. Kebetulan saya hari ini juga ada di pondok ini karena ngebantu ngajar juga di pondok ini bagian putri setiap malam selasa”.
“Oalahh, Njenengan ngajar nya dibagian pondok putra ya pak?”.
“Iyaa betul sekali, jangan sungkan manggil saya dengan sebutan ABAH yaa nak, sama seperti Zai manggil Abah mu sendiri”.
“Ehh iya Pak, eh Bah. Hehe”.
“Yasudah saya permisi dulu ya nduk, Assalamulaikum”.
“Wa’alaikumussalam, nggih bah. Monggo”.
Saat Pria paruh baya meninggalkan nya, Naya bergumam pada dirinya sendiri karena paras muka pria tersebut lebih tampan daripada anaknya hahaha.
“MasyaAllah, bani Hudzaifah emang produk nya ga ada yang gagal yaa. Hahaha, eh tapi beliau kalah ganteng sama bapak nya sendiri hihihi”.
Cukup lama Naya mematung dan kalut pada lamunannya sendiri, tiba-tiba orang yang sedang ia pikirkan datang tanpa mengucapkan salam.
“Daripada ngelamun, lebih baik siap-siap ke kelas aja. Nanti malam Ayah saya ngajar di bagian ngaji bersama di pelataran pondok”.
“Ahmad Hudzaifah, beliau ganteng yaa. Lebih sopan lagi, padahal beliau lebih tua daripada saya tapi beliau selalu ngucapin salam tiap ketemu”.
“Loh, darimana kamu tau kalau itu,,”.
Ucapan Zai terpotong lebih dulu oleh Naya, sebelum ia melanjutkannya.