“Nduk, Abah mu ingin bicara sama kamu sebentar”. Ucap Ahmad yang tak lain adalah Abah Zai.
Naya mengangguk paham, dan kemudian berjalan mendekat ke arah ranjang tidur Abah nya terbaring disana.
“Nduk,,,”. Panggil Abah Firman pelan.
“Hikss, Dalem Abah, pripun (apa)??? Naya sudah disini, Abah mau gimana?”. Jawab Naya dengan isakan tangis kecil nya.
“Abah punya satu permintaan buat kamu nduk, jika memang benar ini permintaan terakhir Abah. Kamu bersedia untuk menuruti kan?”.
Firman mengusap pelan kepala putri nya yang terbalut dengan Hijab berwarna Navy dengan penuh kasih sayang.
“Huss, Abah tu ngomong apa to?, Istighfar Abah, Njenengan pasti pulih kok Bah, Naya yakin”. Jawaban Naya dengan menahan air mata nya agar tak jatuh.
“Abah paham maksutmu nduk, permintaan Abah tolong di setujui ya nduk? Abah ingin menjodohkan kamu dengan Zai, sepupu Abah. Kami sudah membicarakan tadi dan kami sudah sepakat, uhuk uhukk”. Ucap Firman dengan lemas, berharap agar Putri nya mau menerima permintaannya.
Naya dan Zai pun ikut kaget mendengar penuturan kata yang Abah Naya katakan, bagaimana tidak? Diposisi ini mereka diperintah untuk menikah. Apakah benar?.
“Abah ini ngomong apa taa, sekarang Abah istirahat mawon nggih? Biar cepat pulih”. Naya menciumi pipi Abah nya itu dengan senyuman terpaksa agar ia tetap baik-baik saja.
“Yang di katakan Abah mu benar nduk, dan kami sudah sepakat”. Timpal Ahmad menambahi perkataan Firman saat ini.
“Bah, maaf jika Zai lancang. Mungkin sebaik nya ini dibicarakan lagi nanti sembari nunggu Abah Firman beserta keluarga ndalem pulih”. Pinta Zai kepada yang lainnya, karena menurut nya ini bukan lah situsasi yang pas untuk membahas pernikahan, Memang benar jika Zai mencintai Naya, akan tetapi menurut nya pembahasan saat ini tidak tepat.
“Nak, ini sudah diputuskan secara sepakat oleh Abah Naya sendiri”. Timpa Aisyah kepada putra nya.
“Tapi Umi,, ini kan—“. Belum selesai Zai berbicara, mendadak di sahut langsung oleh Naya.
“Baik, Jika memang itu benar-benar Murni permintaan Abah sendiri. Naya siap, tapi Naya belum mau di nikah kan, saat ini lebih baik Naya di khitbah terlebih dahulu, karena banyak sekali yang harus di siapkan untuk menjadi seorang istri”.
Memang bukan rencana awal Naya untuk menikah di usia nya yang dibilang masih muda saat ini, tapi ia hanya ingin mengikuti bakti terhadap orang tua nya, bagi Naya jika orang tua sudah meridhoi, InsyaAllah kebaikan lainnya akan senantiasa mengiringi di tiap langkah nya.
“Kamu ngga salah jawab kan Nay?”. Tanya Zai kepada Naya untuk benar-benar memastikan keputusannya tadi.
Naya menggeleng pelan dengan menundukkan kepala nya secara pasrah dengan keputusannya tadi.
“Alhamdulillah, baik kalau begitu langsung saja untuk mahar nya bisa disebutkan oleh Naya”. Ucap Ahmad kepada Naya.
“Ngapunten Bah, Naya tidak mematok untuk mahar apa yang diberikan oleh Gus Zai, InsyaAllah saya bisa menerima”.
“Nak, sekarang kamu membawa uang tunai berapa?”. Perkataan itu langsung di utarakan oleh Umi Zai.
“Zai saat ini Cuma bawa 600 ribu Umi, apa tidak kekecilan jika untuk mahar Umi?”.
“Kalau Naya sudah bicara demikian, InsyaAllah cukup nak”.