Awan mendung menyelimuti jombang saat ini, udara tertiup secara perlahan menambah hawa dingin, pohon-pohon seakan-akan ikut mengucapkan salam perpisahan kepada bidadari cantik milik Muhammad Alzam Hudzaifah. Tatapan kosong seluruh keluarga pondok tertuju pada patok kuburan yang bertuliskan nama perempuan yang baik dan selalu ceria “Khanaya Zulfa Abigail”, memang tidak bisa di pungkiri rasa sakit itu akan tetap ada pada masing-masing orang tersayang Naya.
“Nak Zai ayo pulang, kita mau langsung nyiapin tahilaln”. Ucap Umma dan dan Firman.
Sebenarnya kedua orang tua Naya belum bisa menerima keadaan ini, tapi bagaimana pun juga kehidupan harus tetap berlanjut.
“Iya umma abah sebentar, Zai mau disini dulu”.
“Kami duluan ya Nak”.
Zai mengangguk paham.
“Sayang lagi apa disana?, Suami mu ini cengeng banget, belum bisa nerima keadaan ini. Sayang, aku bisa apa kalo ngga ada kamu disini?, nanti siapa yang nyemangatin aku lagi?, Sayang, mas kangen banget sama kamu, Mas sedih banget sayang. Kenapa harus secepet ini kamu pergi. Kalau tau begini ujungnya, Mas ngga akan diem aja ninggalin kamu pergi Nay, kamu yang tenang ya disana, pelaku nya udah ke tangkep dan sampai kapanpun aku ngga akan maafin dia. Aku izin pulang ya bidadari ku, nanti aku bakalan sering kesini kok tenang aja. Assalamualaikum bidadari ku”. Zai meneteskan air mata nya, dan segera ia hapus air mata nya.
Memang tidak ada yang mau mengalami perpisahan seperti ini, apalagi berpisah dengan orang-orang yang kita sayangi.