Terduduk aku pada kursi tua pada beranda rumah sederhana sembari menikmati senja sore ini dengan kopi pahit yang senantiasa menemani. Entah kenapa sore itu kembali aku mengingat masa lalu yang pekat. Saat itu kita masih dekat sebelum akhirnya ada sekat, kita masih bersama tertawa sebelum akhirnya kamu pergi tinggalkan luka.
Sebenarnya senja itu menyenangkan, saat aku dan kamu bertemu memadu kasih sebelum akhirnya kamu pergi. Senja juga memberikan rasa tenang saat diantara aku dan kamu masih terucap kata sayang sebelum ucapan itu hanya menjadi sebuah kenang yang terbang bersama kunang – kunang yang menyambut datangnya petang.
Rindu saat itu adalah sebuah ingatan, menimbulkan sesak yang tak tertahan. Saat kamu mulai memutuskan untuk pergi, kamu telah menggoreskan luka dalam hati. Kehadiranmu dalam ingatanku merupakan bencana yang kembali membuka luka lama dan membiarkannya lebar menganga. Dan kembali ku terjatuh rapuh dengan perasaan yang melepuh dan sampai aku tak sadar air mata ini pun terjatuh.
Kopi yang kunikmati sore ini membuatku sedikit tenang walaupun terbayang kembali ingatan masa lalu saat masih kudapatkan pesan singkat dari kamu yang bertuliskan ”aku rindu kamu”. Aku bagaikan kertas yang kamu tulisi rasa rindu dengan tinta biru sebelum kamu membakar semua rindu itu dan menjadikannya abu yang hanya menyisakan pilu. Tanpa terasa senja sudah berganti malam, aku yang sedari tadi hanyut oleh rasa yang temaram. Kisah denganmu kini sudah usai tenggelam, hanya menyisakan cahaya rindu dalam kelam.
Sudah cukup!!
Mengingatmu adalah hal yang menyesakkan, membuat gerimis yang berakhir dengan isak tangis. Kini sudah saatnya aku melangkah membenahi arah. Keluar dari jelaga untuk mencari kembali bahagia. Namun bagaimanapun juga kamu pernah menjadi yang terkasih dalam hidupku. Terima kasih kuucapkan atas cinta dan luka yang telah kamu berikan kepadaku.