BIDADARI

Ri Chi Rich
Chapter #8

KEGIATAN HARIAN

“Kalau nggak bangun pagi, bagaimana bisa menyiapkan sarapan pagi?”


Seseorang yang lagi-lagi tidak diharapkan kehadirannya oleh Aida bercicit


Tadinya yang ada direncana Aida, dia ingin menyelesaikan menyiapkan sarapan pagi itu, lalu menaruhnya di meja makan, ditutup dan masuk ke dalam kamar tanpa harus menemui dua orang yang mungkin akan keluar dari kamar di jam waktunya sarapan.


Tapi Aida tidak menyangka di saat dirinya baru ingin memotong bahan-bahan untuk menu pagi itu, ternyata ada seseorang yang sudah datang ke dapur.


"Tiap hari kamu bangun jam segini? Atau karena hanya disuruh membuat sarapan pagi?


"Kalau nggak bangun pagi, gimana mau solat subuhnya?"


Lagi-lagi sebuah jawaban yang tidak ada hubungannya dengan kapan waktu solat subuh tadi tapi Reiko paham apa maksudnya.


"Apa saja yang kemarin kamu beli?"


Dia tidak maksud bertanya pada Aida. Reiko lebih memilih untuk membalikkan badannya menuju ke arah tablet dan melihat sendiri, history belanjanya.


Aida juga tidak menjawab. Dia justru memanfaatkan tenaganya untuk memotong roti dan bahan-bahan lainnya.


"Jadi menu sarapan pagi ini sandwich?"


Setelah memperhatikan apa saja yang Aida beli dan melihat yang ada di meja di hadapan Aida, pertanyaan itu pun kembali ditanyakan sambil dia berjalan mendekat pada Aida.


"Iya. Habis ini yang paling simpel. Aku belum bisa buat apa-apa lagi," celetuk Aida kemudian sambil dia membuka sarung tangan plastiknya.


Aida tidak menyentuh bahan makanan itu dengan tangan kosong. Setelah tadi selesai mencuci sayurannya, Aida menggunakan plastik untuk menyusunnya. Jadi tidak mengkontaminasi makanan itu. Tangannya pun juga bersih.


Dan selesai bicara, Aida pun mendongakkan kepalanya menatap orang di sampingnya yang tadi baru menuju kulkas, lalu mengambil satu gelas dan menuang susu di sana. 


"Sarapannya ini mau Bapak bawa ke kamar?"


Sepertinya Aida menduga sesuatu yang paling tepat.


Pria itu pun mengangguk pelan dengan satu tangannya mengambil sandwich yang sudah dibuat Aida.


"Aku tidak punya waktu untuk makan dan sarapan bareng dengan Brigita pagi ini. Pekerjaanku menumpuk di kantor."


Dan dia juga bicara seperti itu sebelum membuka mulutnya dan menggigit sandwich untuknya sendiri, padahal Aida tidak bertanya juga. 


"Ini tehnya Pak. Tapi saya belum kasih gula. Saya tidak tahu berapa banyak gula yang Bapak mau."


"Aku tidak minum teh dengan gula," ucap Reiko setelah dia menelan makanannya dan mengambil cangkir itu. Reiko menyeruput tehnya, lalu kembali memasukkan sisa sandwich ke dalam mulutnya.


"Hari ini aku juga pulang agak malam. Jadi kamu tidak perlu menyiapkan makan malam. Aku akan minta jika aku mau."


"Berarti yang paling penting itu adalah sarapan pagi aja, kan?"


Sampai akhirnya Aida mengambil sebuah kesimpulan dengan hatinya yang berloncat senang


Rajin-rajin aja nggak pulang, jadi aku serasa punya rumah sendiri seluas ini. Ah, menyenangkan, gumamnya di dalam hati yang justru merasa ketidakhadiran Reiko di rumah itu akan menjadi suatu hal yang positif untuk dirinya.


"Iya seperti itu. Tiap pagi aku akan jelaskan padamu jadwalku."


Dan itu ucapan terakhir Reiko setelah dia menghabiskan sandwich-nya, lalu mengangkat gelas yang sudah berisi susu, juga piring dengan sandwich di atasnya. Tentu saja Aida berpikir Reiko pasti akan langsung pergi ke kamarnya


Tapi


"Ada apa Pak? Masih ada yang kurang?"


Aida bingung kenapa Reiko masih berdiri di sisi kanannya 


 "Coba aku lihat lebam di pipi kirimu. Tadi malam sudah diberi salep belum?"


"Terima kasih untuk perhatiannya. Dan tidak perlu merasa bersalah. Aku bisa mengurus lukaku sendiri. Dan aku juga tak menyalahkan Anda karena Anda membela wanita Anda saat itu Pak. Jadi tak perlu ditanya-tanya lagi!" tegas Aida sambil memberikan senyum tipis karena memang tak ingin ada pembahasan masalah ini lagi.


"Pastikan kamu pakai terus salepnya. Itu salep paling bagus untuk lebam, kok!" Reiko memiringkan kepalanya sedikit sebelum tersenyum dan bicara lagi. 


Lihat selengkapnya