Bidak Catur

Bimasakti
Chapter #7

7

Seorang raja melangkah satu-satu, sementara ratu dapat melangkah kemanapun yang ia kehendaki.         

   ***

Bandung, 1997

Aku masih satu kamar dengan Naka. Yang berbeda hanyalah tempat tidurku yang sudah sama ukurannya dengan milik Naka. Lemari baju yang tadinya bercampur, kini kami sudah memiliki lemari baju masing-masing. Lemari Naka berwarna coklat dan milikku berwarna putih.

Luna masih bersamaku, warna putihnya semakin kusam. Mami beberapa kali membujuk untuk memberikannya kepada anak yang lain dan akan membelikan boneka yang baru. Karena menurut Mami, Luna sudah sangat dekil, jarang dicuci, tidak baik untukku. Tapi aku bersikukuh pada Luna yang sudah menemani selama beberapa tahun. Aku percaya Luna mengerti aku dan akupun mengerti akan dirinya. Dan boneka yang baru tak akan paham semua itu.

Setelah makan malam, aku dan Naka beranjak pergi tidur. Mami dan Papi masih terlihat berbicara di meja makan.

Aku tak bisa tidur.

“Kak?”

“Apa?”

“Aku mau tidur sama kakak, di tempat tidur kakak, tidur juga sama Luna.”

“Lagi? Tidur lagi sama aku?”

“Iya!” kataku mengangguk-angguk semangat.

“Tunggu ya, coba aku pikirin dulu.”

Dengan sabar aku menunggu keputusan Naka. Aku dudukkan Luna dipangkuan sambil menatap Naka penuh dengan pengharapan.

“Mmm, ok deh!”

“Horeee, mau sama Luna juga ya, Kak!”

“Iya Niki…”

“Makasih Kakak.”

“Iya, sama-sama.”

Naka tertawa melihatku berjalan membawa Luna dengan riang ke arahnya. Akhirnya aku bisa tidur bersama Naka. Aku baru bisa cepat tidur bila badanku menempel pada seseorang. Rasanya sangat aman dan nyaman, mengetahui ada seseorang yang dekat dengan ragaku.

                                                  ***

Tengah malam terdengar Mami dan Papi bertengkar. Mami berteriak. Aku terbangun dengan posisi duduk saking kagetnya. Aku menoleh ke arah Naka dan Naka pun sedang menoleh ke arahku. Wajah kami berdua kebingungan untuk yang pertama kalinya.

“Kak, aku takut.”

Terdengar suara barang pecah. Seperti dilempar. Aku terhenyak. Aku peluk Naka. Naka juga memelukku.

Papi berteriak, Mami balas berteriak lebih kencang. Barang-barang sepertinya berbalas-balasan dilempar karena suaranya yang begitu jelas. Kamar Mami dan Papi tepat di sebelah kamarku dan Naka.

Kurasakan beberapa bulir air jatuh mengalir ke rambutku lalu turun ke wajahku. Aku mendongak ke atas, Naka sedang manghapus air matanya. Semakin erat aku memeluknya.

                                         ***

Saat rembulan turun dan mentari naik...

Lihat selengkapnya