Indy terbangun ketika aroma masakan menusuk hidungnya, ia bersin sekali lalu ke kamar kecil untuk membasuh wajah. Ia menuju dapur disana Ada Yumi yang sibuk beraktivitas.
"Masak apa sih, wangi banget?"
"Nasi goreng balacan,"
Dua piring nasi goreng telah berada di meja makan dari bentuknya begitu menggiurkan, lalu Yumi meletakkan dua gelas jus jeruk peras.
"Duduk, ayo sarapan."
Seulas senyum kini hadir di wajah Yumi, setelah semalaman banyak menangis hari ini terlihat baik-baik saja.
"Bodohnya aku, bahkan makanan yang kusukai di pernah kubuat hanya karena Riza tidak menyukai,"
"Apa nasi goreng ini?"
"Hm."
"Mencintai bukan kebodohan, malah lo itu hebat, tetap utuh meski mencintai perusak. Ngerti kan maksud gue."
Usianya 21 tahun, belum pernah pacaran tapi dia bisa berpikir sampai sejauh itu.
"Tetap saja bersamanya ekspektasi ku terlalu tinggi, seperti aku terbang menuju bintang, kemudian di atas awan realita menghempaskan ku jatuh tersungkur ke Bumi, terluka parah tapi tidak mati,"
"Gue nggak tau ngomong apa buat hibur lo, gue belum pernah rasain punya pacar dan pacaran."
Indy mengangkat gelas jus.
"Mari kita cheers untuk lembaran baru dan cukup mengingat hal manis saja selama lima tahun hubungan lo."
Yumi mengangguk dan tersenyum kemudian mereka bersulang dan meneguk orange jus.
"True, just beautiful moment. Aku pikir lima tahun dia banyak sekali berbuat baik padaku, support kebutuhanku, antar-jemput dan menungguiku, meskipun menjijikan jika mengingat betapa ia berperan dengan horny nya, dia tidak memaksakan itu padaku,"
Yumi meletakkan gelas dan tinduk, mereka diam sejenak.
"Overnight, deep talk myself, bukan salah dia sepenuhnya, Riza pernah mengajakku menikah, tapi aku menolak,"
"Really?" Mata Indy setengah membulat mendengar pengakuan baru dari Yumi.
"Ya, tapi aku ingin menikah setelah sedikit berhasil, maksudku, kita menikah setelah mendapatkan pekerjaan layak, hunian milik tanpa sewa dan sedikit tabungan, itu saja,"
"Wah, itu pemikiran keren, hanya saja Riza tidak bisa lagi menunggu," ucap Indy mendukung sahabatnya.
"Untuk lima tahun kebersamaan, mungkin seminggu, sebulan atau setahun aku berusaha membuat diriku terbiasa,"
"Aku, Erin dan Arsen, akan ada buat lo, gue yakin recovery lo nggak lama,"
"Sure, thank you,"
Mereka cheers lagi untuk kedua kalinya, getir di hati Yumi belum pergi tapi sedikit berkurang karena Indy tak puas menghiburnya. Ya, satu lagi keberuntungannya, dipertemukan dengan sahabat-sahabat baik menjadi pelipur lara, sahabat yang rela meluangkan waktu menemani dan mendengar perasaannya.