Minggu ini aku sibuk menyiapkan segala keperluan sekolahku. Setelah liburan ini selesai, tahun ajaran baru akan dimulai dan aku resmi menjadi siswa sekolah menengah. Ibu menyiapkan baju sekolah dan semua perlengkapan yang aku butuhkan, sementara aku menyiapkan diri untuk sebuah petualangan.
Jarak rumah dengan sekolahku sekitar dua kilometer jauhnya. Ayah pernah mengantarku ke sana, saat tes masuk sekolah. Bangunannya sudah sangat lama, tetapi masih terlihat kokoh karena telah berulang kali dilakukan renovasi.
Sekolah itu sangat luas dengan beberapa bangunan yang sama persis. Saat memasuki gerbang, terdapat lapangan sepak bola di sisi kanan dan taman yang sangat luas di sisi kirinya. Terdapat beberapa pohon rindang dengan kursi-kursi panjang di bawahnya. Kami juga sempat bertemu dengan salah seorang guru yang pernah mengajar Ayah dulu, namanya Pak Gabriel, tetapi orang-orang memanggilnya Mr. Gabriel. Dia sudah tua, tapi masih jauh lebih muda dari Kakek.
Mr. Gabriel terlihat sangat akrab dengan Ayah, mereka berpelukan seperti sedang berjumpa kawan lama. Ayah juga memperkenalkan aku dengannya, dia terlihat sangat ramah. Tapi aku tidak akan begitu mudah percaya kepada seseorang yang bersikap ramah padaku di depan orang tuaku.
Selain sibuk mempersiapkan kebutuhan sekolah, saat ini aku juga sibuk membantu Nenek di kebunnya. Kami memiliki kebun kecil di samping rumah yang di rawat sendiri oleh Nenek. Kebun itu di tanami dengan tomat, cabai, beberapa jenis sayuran dan beberapa pohon markisa. Nenek selalu memintaku untuk membantunya memanen hasil kebunnya, beberapa minggu belakangan ini kami sibuk di kebun. Hasilnya benar-benar memuaskan. Aku bisa merasakan hasil kerjaku membantu Nenek yang terbalaskan hari ini. Tomat-tomat yang sehat dan mengkilap itu benar-benar memanjakan mata. Nenek mengatakan padaku bahwa hidup itu tentang memberi dan menerima. Misalnya saja tomat-tomat ini, ketika kau memberi perhatian yang baik, memberi air yang cukup, memberinya pupuk, menyingkirkan batang yang membusuk, maka akan tumbuh tomat yang sehat dan segar. Begitu juga sebaliknya, jika perawatan yang kau berikan tidak bagus, maka jelek pula tomat yang akan kau panen atau mungkin tidak memanen apapun.
"Ingat ini Bihan, hal yang sama juga berlaku pada manusia. Tetapi bedanya adalah hati manusia itu sangat mudah berubah. Bahkan jika kau memperlakukan seseorang dengan baik, tidak menjadi jaminan seseorang itu juga akan membalas dengan kebaikan. Semua tergantung seberapa kuat kau bisa menyentuh hatinya dan membuatnya merasakan dirimu." kata Nenek tersenyum sambil kembali memetik tomat.
"Jika seseorang berbuat jahat padaku, haruskah aku membalasnya, Nenek?" tanyaku dengan polos.
"Semua keputusan ada di tanganmu, lakukan seperti yang kau inginkan. Tetapi semua keputusan memiliki pertanggung jawaban. Jangan sampai kau tersesat dan tidak tahu membedakan sedang memberi atau sedang menerima." kata Nenek menjelaskan. Mendengar jawabannya, jujur saja aku tidak mengerti. Aku seperti diberi kebebasan, juga beban di saat yang bersamaan.
Begitulah sore itu berlalu dengan memanen hasil kebun dan beberapa petuah dari Nenek.
Setelah beberapa hari, yang aku nanti-nanti pun tiba. Hari di mana aku akan mulai bersekolah. Baik aku maupun Lucy sangat bersemangat, kami bangun pagi-pagi sekali. Paman Fredi mengantar Lucy terlebih dahulu lalu mengantarku setelahnya karena sekolahku dan kantor Paman searah.
Ketika aku memasuki gerbang sekolah, murid-murid baru ternyata datang lebih cepat. Kebanyakan masih berdiri di sekitar gerbang karena belum mengetahui letak ruang kelas masing-masing. Aku memperhatikan beberapa siswa yang datang, ada yang mengendarai mobil pribadi, ada yang menaiki angkutan umum, ada juga yang berjalan kaki. Tampaknya aku akan segera bertemu orang-orang dengan latar belakang yang berbeda-beda, tetapi aku tidak begitu peduli. Akan hanya ingin menikmatinya pelan-pelan, sehingga tak terasa waktu tiga tahun itu akan berlalu.