Bihan

Bob Haazel
Chapter #6

Penyangkalan dan Kejujuran

Tak peduli seberapa keras aku memikirkannya, aku tidak juga mengerti mengapa Philips bisa berkata seperti itu. Jika dia membahas masa laluku itu, dari mana dia mengetahuinya? Sulit untuk mengetahui hal itu karena aku tidak mengenal banyak orang di sekolah. Satu hal lagi yang menggangguku, mengapa Bill juga tampak sama terkejutnya denganku? Apakah perkataan Philips tadi menyinggungnya? Tapi apa yang sebenarnya terjadi?

Bagaimana seharusnya sikapku pada Bill? Bukankah tidak ada masalah di antara kami? Lalu mengapa kami jadi saling diam seperti ini? Memikirkannya saja membuatku sangat pusing. Aku sama sekali tidak mengharapkan hal ini dalam hari-hari baikku, tidak lagi. Pikiranku jadi cukup kalut saat itu, pertanyaan-pertanyaan itu muncul satu persatu dalam benakku.

Setelah semalaman memikirkannya, aku rasa harus bicara pada Bill. Aku berangkat sekolah bersama dengan Lucy dan Paman Fredi, sehingga aku bisa tiba lebih pagi. Sekolah masih lumayan sepi, kupikir belum ada siswa lain di dalam kelas. Tapi saat aku masuk, Bill sudah tampak berdiri menghadap jendela kelas membelakangiku. Aku berjalan pelan masuk tanpa bersuara, tapi seakan menyadari kehadiranku, Bill berbalik dan menyapa.

"Kau sudah datang? Aku sudah menunggumu dari tadi. Aku pikir kau akan datang lebih pagi lagi." kata Bill dengan mimik wajah yang seperti biasa.

"Kau menungguku? Kenapa?" dia memang terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu.

"Persoalan kemarin, yang dikatakan oleh Philips. Aku ingin membahasnya denganmu sekarang." dia melangkah perlahan dan duduk di atas bangkunya. Aku tidak mengerti mengapa dia mengatakan hal itu. Aku mencoba menghindari kontak mata dengannya.

"Seperti yang kau dengar kemarin, itu memang benar! Tapi tak sepenuhnya benar. Philips mengatakan sesuatu tentang perisak dan penipu. Aku akan mengakui kalau yang dia maksud penipu itu aku, meskipun aku tidak ingin menceritakannya sekarang. Aku tahu kau juga sama, aku hanya ingin mengatakan ini padamu agar tidak terpengaruh pada ucapan Philips." kata Bill menjelaskannya. Dia lebih berpikiran terbuka dari yang aku duga, setidaknya aku tidak berusaha memperbaiki situasi itu sendirian.

"Karena kau bilang begitu maka aku juga akan mengakuinya. Kau melihat temperamenku beberapa hari yang lalu, tapi yang dikatakan Philips juga tidak sepenuhnya benar." ungkapku, mengakuinya.

"Aku percaya padamu, hanya saja kemarin aku merasa sedikit terkejut. Aku tidak tahu di mana Philips mendapatkan informasi itu." jawaban Bill membuatku lebih tenang. Setidaknya kami bisa menghilangkan kecanggungan di antara kami.

"Bagaimana jika makan siang di luar kali ini?" ajakku. Bill hanya tersenyum tipis tanda setuju.

Selama pembelajaran dimulai, murid yang mengintip di kelas kami makin bertambah jumlahnya. Dari yang aku tebak, itu pasti karena perkataan Philips kemarin. Hanya saja aku dan Bill tidak mengerti mengapa masalah itu, begitu mempengaruhi mereka padahal tidak ada sangkut pautnya sama sekali.

Saat jam istirahat pun aku mendengar siswa di dalam kelasku berbisik dan bergunjing. Aku hanya mencuri dengar apa yang mereka katakan saat aku dan Bill hendak keluar. Beberapa mengatakan aku menghajar seseorang, ada yang mengatai Bill adalah seorang penipu dan membawa lari uang seseorang. Benar-benar menggelikan, bagaimana bisa rumor berkembang biak mengerikan seperti itu?

Amarahku mulai memuncak lagi, jika bukan karena Bill menarik tanganku keluar, aku pasti sudah melabrak mereka tak peduli itu perempuan atau laki-laki. Mereka bergunjing seolah tak pernah berdosa sedikit pun.

Lihat selengkapnya