Bihan

Bob Haazel
Chapter #7

Qabil dan Habil

Siang itu setelah berganti pakaian, aku berangkat sendiri ke rumah Bill. Aku menaiki angkutan umum, kira-kira hanya membutuhkan waktu lima menit perjalanan. Sebelumnya Bill menyuruhku turun di depan sebuah lapangan besar, dia akan menunggu di sana. Setelah tiba, dari kejauhan aku bisa melihat Bill melambai. Kami berjalan melewati bangunan besar, di belakangnya terdapat jalan menuju lingkungan rumah Bill. Suasananya sangat menenangkan, banyak pohon besar, rumput hijau, kebun-kebun sayur dan burung-burung yang berkicau.

Tepat setelah berjalan lurus dari gedung besar, kami berbelok ke arah kanan dengan jalan yang lebih sempit. Di ujung jalan terdapat rumah berwarna putih yang besar, halaman yang luas dan kebun anggur pada bagian sampingnya.

"Kita sudah sampai, ini rumahku." kata Bill.

"Wah! rumahmu besar sekali, teman. Apakah kau tinggal dengan keluarga besar?" aku terpana dengan keindahan rumah Bill. Kami berdiri sejenak di depan pagar, kuperhatikan suasana yang damai itu.

"Aku hanya tinggal dengan Ibuku, Ayahku sudah berpulang sejak aku masih kecil." jawabnya.

Mendengar ucapannya, aku sedikit terperanjat. "Aku baru tahu hal itu, maaf Bill." kataku dengan perasaan menyesal.

"Apa yang kau katakan? Ayo kita masuk dan belajar di kamarku saja." ajaknya dengan cerah.

"Apa Ibumu ada di dalam?" tanyaku lagi setelah melihat keadaan sekitar yang sangat sepi.

"Tidak, tapi Ibu akan segera kembali." jawabnya.

Aku bahkan bisa mendengar gema suaraku sendiri begitu masuk. Rumahnya sangat rapi, mungkin karena dia tidak memiliki anak kecil di rumah. Kamar Bill ada di lantai dua, kamar besar dengan banyak sekali rak buku di dalamnya. Pemandangan itu yang akan pertama kali dilihat begitu memasuki kamarnya.

"Wah! Aku bisa melihat alasan mengapa otakmu dipenuhi pengetahuan." ujarku tanpa sadar. Buku-buku itu tersusun rapi di rak, beragam warna dengan bau yang khas.

"Aku jarang membaca. Sudah pernah kukatakan padamu." jawabnya datar. "Ayo selesaikan, projek ini harus mendapat nilai yang paling bagus." sambungnya.

Kami akan mengerjakan sebuah projek miniatur bangunan untuk tugas seni rupa. Membuat sebuah bangunan dengan bahan apa saja dan menggabungkan ide dan keinginan dari teman kelompok. Aku tidak tahu apakah kali ini aku dan Bill bisa sepakat lagi dalam hal itu, mengingat perbedaan pemikiran kami. Tapi setelah semuanya teratasi dengan baik, aku rasa kali ini juga akan begitu.

Kami mengerjakan bangunannya dengan sungguh-sungguh hingga tidak menyadari waktu. Setelah mendiskusikan ini dan itu, projeknya bisa selesai dengan sangat baik tanpa masalah.

"Akhirnya selesai juga, aku lelah sekali. Jika duduk lebih lama, punggungku mungkin tidak bisa lurus lagi." ucapku mengeluh.

"Kalau begitu berdiri, apa susahnya?" jawabnya menanggapi.

Aku berdiri untuk meluruskan punggungku dan melihat-lihat buku di rak satu per satu. Semuanya buku bacaan dari penulis terkenal, beberapa buku terjemahan, sebagian lagi buku berbahasa asing.

"Manusia Pertama?" aku membaca salah satu judul buku yang menarik perhatianku. Ketika aku membukanya, tidak ada gambar sama sekali. Menurutku itu akan membosankan, melihat tebalnya buku itu.

Lihat selengkapnya