Pagi ini aku berangkat pagi lagi ke sekolah untuk menyiapkan presentasi projek yang aku kerjakan bersama Bill. Hasilnya memang tidak sempurna, tapi kami sudah bekerja keras. Aku melihat karya-karya lain, semuanya tampak bekerja keras untuk tugas perdana ini. Mulai dari bangunan perkantoran, gedung teater, hotel, bahkan ada yang hampir membuat sebuah kastil.
Bill datang membawa hasil karya kami, Sebuah rumah dengan halaman yang luas dan kebun di sekelilingnya.
Tujuan dari tugas seni pertama kami ini adalah untuk mempererat kesolidan antara teman sebangku, mengingat kami adalah siswa baru yang beberapa hari ini saling bertemu. Bagaimana menuangkan dua pemikiran, dua tujuan, dari dua orang berbeda ke dalam sebuah karya.
Satu persatu dari mereka memperkenalkan karya mereka sesuai giliran dan arahan dari guru kami. Aku bisa membayangkan kemewahan dengan jelas dari projek yang mereka buat. Itu adalah bangunan impian dari dua orang dengan pemikiran berbeda dengan satu projek yang sama. Semuanya tampak luar biasa, kami bercita-cita setinggi yang kami bisa.
Tiba giliran Bill dan aku memperkenalkan karya kami. Sebuah rumah sederhana dengan halaman di sekelilingnya itu kami bawa ke hadapan guru.
"Bihan, bisa kau menjelaskan ide dari projek kalian ini?" tanya guru padaku.
"Ini adalah replika dari rumahku dan Bill. Bangunan ini mewakili mimpi kami berdua. Rumah satu lantai seperti rumahku, agar kami tidak merasa jauh satu sama lain meski berada dalam satu rumah. Rumah dengan nuansa terang seperti rumah Bill yang selalu bisa membawa pada suasana damai. Kebun-kebun yang sama seperti yang ada di rumah kami. Beberapa jenis buah dan sayuran tumbuh di sana." aku menjelaskan sedikit tampilan karya kami.
"Aku melihat kesederhanaan dari ide dan projek yang kalian buat. Bagaimana kau menjelaskan impian kalian berdua dari projek ini, Bill?" guru bertanya pada kami bergantian.
Bill kemudian menjawab. "Tujuan dan cita-cita kami berasal dari sini. Tempat yang nyaman untuk kami dan keluarga tinggal, tempat kami merasakan kebahagiaan dan juga kesedihan, dan yang penting adalah tempat kami pulang. Bagaimana pun ambisi yang kami punya, ingin memiliki pekerjaan yang bagus, ingin memiliki perusahaan dan bisnis sendiri, bahkan berkeinginan untuk menjadi penguasa sekali pun, semua itu berasal dari rumah kami." jawab Bill menjelaskan dengan lugas.
"Baiklah, aku ingin mendengar komentar terakhir dari kalian tentang projek ini." guru melanjutkan.
"Kakekku pernah mengatakan, jika dunia mengecewakan bahkan menghancurkanmu sekali pun, akan selalu ada tangan yang memelukmu di dalam rumah kita ini. Aku sangat mempercayai semua itu, semua diawali dan berakhir di rumah." jawabku. Seketika aku merindukan Kakek saat itu.
"Ibuku mengatakan hal yang serupa. Semua akan baik-baik saja selama ada rumah tempat kita berlindung. Kekuatan akan tercipta dari kehangatannya." jawab Bill melengkapi.
"Aku bisa merasakan kekuatan yang besar dari penjelasan kalian, kerja bagus Bihan dan Bill!" semua siswa memberi kami tepuk tangan dengan tatapan yang beragam, tidak bisa diartikan sama sekali.
"Bihan, tidak peduli itu rumahmu atau rumahku. Ketika sesuatu terjadi, kita memiliki dua tempat untuk pulang." bisik Bill padaku. Hatiku merasa sangat hangat mendengar kalimat itu. Ucapan yang berasal dari seorang teman yang baru ku kenal kurang dari sepekan.
"Bill, sepulang sekolah singgah sebentar di rumahku. Akan memetik beberapa buah untukmu." ucapku. Bill sangat ingin bertemu dengan Kakek, aku rasa itu adalah hari yang tepat.
Sepulang dari sekolah, kami menuju ke rumahku. Aku mengajak Bill makan siang di rumahku dan memetik beberapa buah di kebun kami.
"Wah, Bihan! Sepertinya aku kurang beruntung karena pohon pomelo itu sedang tidak berbuah." kata Bill sambil menunjuk pohon pomelo yang ada di depan rumahku.
"Iya, belum saatnya. Tapi aku punya itu!" jawabku sambil menunjuk kebun kecil kami dengan beberapa buah sirsak dan jeruk yang siap dipetik kapan saja.
Kami masuk ke dalam rumah. Ayah, Kakek, Paman dan Lucy, ada di ruang tengah sedang menonton acara televisi, menunggu makanan siap disajikan. Sementara Ibu, Nenek dan Bibi memasak di dapur.
"Oh, ada teman Bihan rupanya!" sahut Kakek saat melihat kami masuk, Bill terlihat tersenyum.