Pagi itu jam pelajaran olahraga. Kami bebas melakukan apa saja di luar kelas, karena guru yang seharusnya mengajar tidak datang. Aku bukan orang yang atletis, duduk di bangku taman yang ada di belakang kelas akan lebih baik. Hampir saja aku merasakan kantuk, tiba-tiba suara seseorang mendekat menyebut namaku. Dia adalah Mr. Gabriel, guru Ayah yang telah dikenalkannya padaku. Aku baru sempat bertemu lagi dengannya, dia adalah guru untuk kelas tingkat tiga.
"Bihan, kau sangat mirip dengan Ayahmu. Dia tidak begitu tertarik dengan olahraga." kata Mr.Gabriel sambil menduduki bangku di hadapanku.
"Mr. Gabriel sepertinya sangat mengenal Ayahku, bagaimana ceritanya?" tanyaku penasaran. Tentu saja karena tidak semua guru bisa sangat akrab dengan muridnya.
"Ayahmu adalah siswa yang cerdas, dia sangat baik hati. Dia suka menolong, seolah orang-orang yang membutuhkan bantuan merangkak mendatanginya." kata Mr.Gabriel sembari mengenang masa lalu.
"Jadi itu yang membuat Mr.Gabriel mengenal Ayah?" aku mencoba menebak.
"Sebenarnya aku akrab dengan Ayahmu karena dia pernah ketahuan olehku sedang bolos kelas." ungkapnya dengan senyum, sedikit tertawa.
"Ayahku pernah melakukan kenakalan juga?" tanyaku. Tentu saja aku tidak percaya hal itu.
"Bihan, semua orang punya cerita kenakalannya sendiri. Tapi apa yang membuat seseorang menjadi legenda dengan kesan baik di mata orang-orang adalah cara mereka menghadapi dan menyelesaikan masalah yang datang pada mereka." ucapnya. "Aku harus pergi mengajar sekarang. Oh iya, Sedikit berlari bisa menjernihkan pikiran." sambung Mr.Gabriel dan pergi menuju kelas.
Mendengar hal itu, aku mendapat dorongan untuk sedikit berolahraga dengan berlari beberapa putaran mengelilingi lapangan bola. Aku berhenti dan melihat Bill sedang duduk di bangku taman samping lapangan. Sejak pagi ia memang sudah ada di sana membaca buku. Aku berlari ke arahnya untuk beristirahat dan menenggak sedikit air yang ia bawa.
Staminaku benar-benar buruk, berlari beberapa putaran saja sudah membuatku merasa sangat kelelahan. Belum sempat air minum membasahi kerongkonganku, suasana menjadi buruk meski angin bertiup lembut. Aku melihat wajah itu lagi, benar-benar merusak suasana hati. Philips datang dari kejauhan dan dengan waktu yang singkat menghampiri kami. Wajah Bill masih saja tampak tenang melihat mereka.
"Kalian berdua tampaknya sangat menikmati hidup kalian saat ini. Apa kau menyukainya penjahat kecil?" tanya Philips dengan seringainya itu.
"Aku benar-benar tidak ingin meladeni omong kosong darimu sekarang. Bisakah kau mencari kegiatan lain?" jawabku dengan malas.
"Bihan, kau masih saja seperti ini. Baiklah aku ingin memberi kabar, seseorang bernama Stinky menitipkan sebuah salam hangat padamu." kata Philips yang membuatku sangat terkejut.
Kalimat itu membuat jantungku berdegup kencang, tenggorokanku tiba-tiba saja mengering. Bagaimana dia bisa mengenal Stinky? Aku rasa, itulah yang ia maksud tempo hari. Philips berhasil membuatku tak bisa berkutik.
"Jangan terlalu terkejut seperti itu Bihan, kau membuatnya terlihat sangat jelas." Philips tertawa puas.
Aku tidak bisa mengatakan apapun, lidahku menjadi kelu, mataku terasa sangat panas. Aku tidak ingin menggila sekarang, maka dari itu aku lebih memilih pergi meninggalkan Philips. Bill yang berada di situ pasti merasa penasaran, meski dengan ekspresi datar di wajahnya. Dia segera menyusul saat aku pergi menuju ke kelas.