Enam pasang mata saling melirik dalam diam. Mereka berenam duduk melingkar beralaskan tikar, belum ada satu pun dari mereka yang membuka obrolan. Pak Ukar yang biasanya senang memanas-manasi pak Sardi hanya diam. Dia tahu situasi yang sedang serius yang sekarang sedang ia hadapi, perasaan tidak enak pun mulai menelusup ke dalam batinnya.
“Ini teh ada apa Wak kumpul-kumpul begini?” Hanya Abas yang berani buka suara. Dia memang salah satu dari enam orang yang berkumpul.
Wajah Biru terlihat tenang, meskipun hatinya sangat cemas. Dia mencuri pandang pada tuan rumah yang mengundang, hanya memastikan hal baik atau hal buruk yang akan dibicarakan.
“Diam Bas.” Arum yang duduk di samping Abas berbisik dan menyikut lengan Abas.
“Ukar, kamu tau apa yang dilakukan anakmu kemarin pada anakku?” Pak Sardi menatap tajam pak Ukar yang terlihat lebih tenang hari itu.
“Memangnya apa yang dilakukan Biru pada Arum?” Tanya pak Ukar.
“Dia memeluk anakku di tempat sepi!” pak Sardi meninggikan suaranya, sementara matanya menatap sinis Biru.
Biru memejamkan mata, dia menyesal bertindak gegabah kemarin sore, karena kemungkinan terburuk dalam perjalanannya bersama Arum akan segera terjadi.
“Benar itu Ru?” Ratna istrinya Ukar menatap anaknya.
Biru mengangguk, “Benar Bu, nggak sengaja soalnya aku bahagia sekali kemarin.” Pengakuan Biru membuat Abas heboh.
“Wah kudu dinikahin aja Wak kalau gitu mah.”
“Abaass!!!” Arum, Biru, dan Pak Sardi kompak membentak Abas, dan membuat Abas mengkerut.
“Lalu kamu mengumpulkan kami di sini itu untuk membahas itu? Kan wajar Mis, mereka kan baru bertemu dan mereka cukup dekat, kenapa masalah begini saja kamu permasalahkan.” pak Ukar tidak habis pikir dengan mantan sahabatnya itu.
“Kamu tidak tahu kar bagaimana menjaga anak perawan itu, karena anak kamu laki-laki.” pak Sardi kurang suka dengan kata-kata pak Ukar.
“Lalu mau kamu apa Kumis? aku pasrah deh, demi anakku si Biru. Jangan hukum anakku, aku saja!”
“Tidak! anakmu yang melakukannya. Saya…” pak Sardi menatap tajam Biru, “Saya minta si anak tidak beradab ini menikahi anakku si Arum.”
Semua yang ada di sana hening tiba-tiba, mulut Abas menganga, Arum menahan napasnya, sementara Biru mulai berkeringat dingin.
dan tiba-tiba…
“Hahahaha… Kumis Kumis, jadi kamu ngajak kita besanan, Huh? Apa aku bilang. Pada akhirnya kita akan besanan.” pak Ukar terbahak.
“Kamu tidak penting Ukar. Aku bicara sama anakmu, kalau dia tidak mau menikahi anakku, aku akan menjodohkan anakku dengan si Abas.”
“Lah kenapa saya Wak? saya nggak meluk-meluk si Arum. Sumpah!” Abas terlonjak dari duduknya, sedikit menjauh dari Arum, wajahnya memucat.