BIJANA

Siraru
Chapter #3

Tiga

^KILAS BALIK^

           Aroma sabun antiseptic menyeruak dari tubuh segar Arum, dia tersenyum menatap sepasang burung Lovebird dalam sangkar. Di sampingnya duduk seorang pria dengan rambut gondrong sebahu, celana jeans belel dan jaket yang sama belelnya, namun tidak mengurangi ketampanannya yang membuat siapapun yang melihatnya mudah untuk jatuh hati.

“Des... Desti...Destiana...”

Arum menoleh pada sahabatnya, mengalihkan pandangan dari sepasang burung itu. “Apa sih Biru Samaji?”

“Kenapa aku lebih suka panggil kamu Arum ya?” Biru tersenyum simpul, matanya tak menoleh pada Arum, dia hanya memandang langit biru yang luas.

“Nama Destiana terlalu bagus ya buat aku?”

“Enggak juga, cocok sama kamu kok Rum. Terdengar ceria namun bijaksana.”

“Sepertinya kata-kata kamu meragukan.” Arum tertawa kecil, kembali menatap sepasang burung milik bu Ima – bossnya.

“Ketika kamu abadi dalam sebuah nama, maka kamu adalah salah satu bagian penting dari semesta ini. Siapapun dia siapapun kamu, yang pasti Tuhan bukan kebetulan menciptakan kita semua. Begitu juga kamu.” Biru masih sama menatap luas angkasa.

Arum menoleh, benaknya bertanya dengan kata-kata yang serius meluncur dari mulut Biru. “Itu serius kamu yang ngomong? Bukan kutipan?” Tatapan Arum tepat melekat ke wajah Biru. jarak mereka yang tak begitu jauh mau tidak mau membuat Biru merasakan perasaan yang tidak menentu.

Biru berdecak mengalihkan perasaannya, “Ya iyalah!” Biru membalas menatap Arum dengan senyum terbaiknya, “Kamu... pas sekali dengan nama itu. Indah.” Bagi Arum, Biru tidak seperti biasanya begitu.

Arum mengerjap, sedikit menjauhkan badannya dari Biru lalu terbahak, “Ya ampun lawak banget Ru kamu tuh.” Arum meraih gelas kopinya.

“Hadeh, pasti hatinya berbunga-bunga!” Biru mencibir. " Oh iya Rum!" Biru merubah posisi duduknya, dia menghadap Arum dengan posisi duduk tegak.

"Hemm..." Arum masih meniup kopi panasnya.

"Aku mau ngomong."

“Apa? Jangan becanda lagi lah.” Arum merengut.

Biru terdiam, menatap Arum ragu. "Lamaran aku diterima Rum."

Arum mendongak, "Lamaran kerja kamu di Belanda?" Arum memekik girang, namun suasana hatinya cepat berubah, mimik wajahnya berubah masam, "Kamu bakal jauh ya Ru? Kita akan pisah ya?"

"Iya, dua tahun Rum kontrak kerjaku di sana." Biru mengambil gelas kopi miliknya yang masih utuh, "Mungkin aku juga nggak bisa menghadiri pernikahanmu Rum." Biru memasang wajah sedih.

"Menikah? Siapa yang menikah? Menikah dengan siapa?" Arum menatap tajam Biru.

"Kamu dan Abas." 

"Apa? Ya ampun Biru ngaco, aku sama Abas kayak anjing sama kucing. Kamu tahu betul itu kan?"

"Bukan aku lho yang jodohin, tapi pak Kumis!" Biru terkekeh.

Lihat selengkapnya