BIJANA

Siraru
Chapter #4

Empat

^KILAS BALIK^

 

Biru membolak-balikan kertas yang sedari tadi dia genggam erat, kertas yang telah menciptakan kebimbangan baginya, antara bahagia dan resah. Sesekali ditatapnya, sesekali dia melipatnya, lalu dibukanya kembali, begitu seterusnya, sampai dia tidak menyadari ada seseorang yang jengah menatap tingkahnya.

“Jadi bagaimana Ru?” Pak Ukar melipat tangan di dadanya, berdiri bersandar pada tiang penyangga rumahnya.

“Biru ambil Pak, ini yang selama ini Biru perjuangkan.” 

“Bagus! Bapak selalu dukung kamu, apapun selama itu baik.”

“Terima kasih pak, tapi dengan Biru mengambil pekerjaan ini, banyak hal yang harus Biru tinggalkan di sini.” Biru menarik napas.

“Hidup itu pilihan Biru, mana dulu yang harus kamu perjuangkan, atau mungkin kamu bisa memperjuangkan keduanya, tapi dengan cara dan waktu yang berbeda.”

“Kalau terlambat bagaimana Pak?”

“Semua sudah ada yang mengatur, jika itu milikmu maka kamu akan memilikinya, jika itu bukan milikmu sekuat apapun kamu menggenggamnya, dia akan tetap pergi.”

Biru melirik bapaknya, “Dari mana Bapak dapat kata-kata itu?”

“Dari TV.” Pak Ukar dengan percaya diri.

“Hahaha… Bapak ini.” Biru tertawa geli.

“Ya tidak penting kata-kata itu dari mana atau dari siapa datangnya, yang terpenting adalah isinya.”

“Iya Biru paham Pak.”

“Kalau kamu mau memenangkan hati Si Kumis itu, jadilah orang hebat.”

“Biru nggak mau ambil hati pak Kumis Pak.” Biru duduk di sisi dipan.

“Iya tapi hati anak Si Kumis kan? Susah, harus ada restu Si Kumis dulu.” Pa Ukar membuat garis dengan jari telunjuk di atas bibirnya, membentuk lengkungan kumis, menirukan model kumis Pak Sardi.

Biru tergelak, “Bapak kenapa sih kayak keki begitu sama bapaknya Arum?”

“Bapak dari sewaktu muda sudah tahu dia, dia orang yang judes, heran bapak, laki-laki kok punya perangai judes.” Pak Ukar mencibir.

Lihat selengkapnya