Arum melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, hampir jam pulang sekolah. Anak-anak masih mengerjakan tugas yang ia berikan−satu anak perempuan mendekati Arum.
“Oh, ya Rena, simpan di meja ibu.”
“Baik bu.” Rena menaruh tugasnya di meja Arum.
“Yang lain ayo mulai kumpulkan tugasnya.” Arum berdiri dari kursinya−anak-anak masih berkutat dengan tulisan mereka. Ada yang tampak gelisah, ada yang membaca ulang sebelum di kumpulkan, Arum memperbolehkan pulang bagi siapa saja yang telah selesai mengerjakan tugas.
Tanpa terasa kelas Delapan sudah kosong. Arum masih duduk sendiri. Pikirannya terbang jauh mengingkat sosok yang kini tak lagi bisa mendengarkan kerisauan hatinya. “Bu Arum.” Suara seseorang membuat Arum terperanjat.
“Ya?” Arum berdiri dari duduknya melihat ada seorang Guru perempuan sedang berdiri di ambang pintu.
“Kenapa belum pulang?” Tanya Guru itu.
“Oh ini Bu, saya baru mau pulang.” Arum tersenyum ramah, meski lupa nama Guru itu, padahal minggu lalu dia sudah berkenalan dengan semua guru.
“Mari kalau begitu saya duluan.” Guru itu hendak berpamitan.
“Ya silahkan Bu Dewi.” Arum menganggukan kepala.
Guru itu mengurungkan niatnya untuk pergi, senyumnya lenyap. “Maaf Bu?”
Arum merasa ada yang aneh, “Ya kenapa Bu?”
“Saya Bintang Bu Arum.”
Bukan main malunya Arum, wajahnya memerah, “Maaf bu, ya ampun saya lupa, aduh maaf sekali.” Arum salah tingkah, dia menghampiri Bintang ke ambang pintu kelas.
“Nggak apa-apa bu, santai saja, wajar kok, Bu Arum kan baru, wajar lupa.” Bintang merubah mimik wajahnya, lebih dengan senyum bersahabat.