BIJANA

Siraru
Chapter #15

Lima Belas

Kokok ayam yang bertengger di pohon menyambut fajar. Beras ditampi bersahut-sahutan. Siulan burung menambah semarak suasana menjelang pagi.

Arum memilih gabah yang masih tersisa di antara beras-beras yang sedang Ia tampi. Rambutnya diikat asal. Penampilannya masih kusut.

“Kamu tidak ke sekolah Rum?” Bu Sardi memakai ciputnya karena baru selesai membereskan rumah. Dia menilik penampilan Arum yang masih berpakaian santai.

“Hari ini Arum izin Bu.” Arum masih asyik memilih gabah-gabah.

“Apa tidak apa-apa kamu libur terlalu lama Rum?” Bu Sardi membantu memilih gabah yang masih tersisa banyak di tampah. “Biasanya tidak sebanyak ini gabahnya.” Bu Sardi mengambil tampah dari tangan Arum, “Sini biar ibu cuci berasnya.”

“Tidak usah. Arum saja Bu. Ibu istirahat saja.” Arum menarik lembut tampah itu.

“Ibu sudah terlalu lama istirahat. Banyak istirahat membuat Ibu selalu teringat kakakmu.” Bu Sardi ngeloyor mengambil baskom untuk mencuci beras.

Arum melihat ibunya yang sedang menutupi kesedihannya. Arum mengambil alas duduk. Arum duduk memeluk lututnya di depan tungku. Asap putih tebal mengepul dari lubang belakang dandang. Air sebentar lagi matang. Sesekali Arum memasukkan kayu bakar agar api tetap menyala.

           Tak Ia hiraukan panas yang menjalari tubuhnya, bau asap kayu yang menyelimutinya. Terkadang dia mengusap matanya yang pedih karena asap dari tungku.

            “Rum. Airnya sudah mendidih?” Pak Sardi duduk di atas bale-bale di dapur. Menunggu seseorang membuatkan kopi.

“Sudah pak.” Arum tersentak, buru-buru dia mengambil gelas untuk menyiapkan kopi. Dengan hati-hati dia mengambil air dari dandang.

“Kamu tidak ke sekolah Rum?” Pak Sardi menatap anaknya.

Arum menyuguhkan kopi di atas bale. “Sepertinya Arum mau izin beberapa hari.” Arum melirik Pak Sardi. Mengintip reaksi Bapaknya.

“Memangnya mau apa kamu di rumah?” Pak Sardi mengambil gelas kopinya. Meniupnya perlahan.

Bu Sardi masuk ke rumah membawa tampah kosong, “Biar saja Pak, sekalian Arum istirahat.” Bu Sardi mengaitkan tampah di paku yang tertancap di bilik dapur.

 “Baiklah kalau menurutmu tidak apa-apa.”

Bu Sardi ikut duduk di bale-bale. “Uang yang tempo hari Bapak pinjam dari Kang Ukar itu bagaimana Pak?” Bu Sardi teringat uang yang belum sempat terpakai untuk berobat Fitri.

Lihat selengkapnya