BIJANA

Siraru
Chapter #18

Delapan Belas

Pagi itu Abas masih menyisakan setengah gelas kopinya. Sengaja disisakan untuk menemaninya menyantap gorengan nanti. Menyesal terlalu cepat membuat kopi, itu yang Abas rasakan, sementara gorengan yang diidamkan belum ada.

Seperti pucuk dicinta ulam pun tiba, yang ditunggu-tunggu menyuarakan suara lantangnya.

"Bala-balaaa!!!"

"Nah panjang umur, baru dipikirin." Senyum Abas sumringah.

"Beli Jang!" Panggil Abas, wajahnya berseri-seri karena perutnya sudah sangat keroncongan.

"Bala-balaaa!!" Teriak anak lelaki itu seraya memghampiri Abas di pekarangan rumahnya.

"Nggak usah teriak-teriak lagi atuh. Kan ini juga mau beli." Abas mendelik, yang dibalas seringaian anak itu.

"Ada combro, ada cireng, ada goreng pisang. Kenapa yang diteriaki Cuma bala-bala?" Tanya Abas pada anak itu.

“Akang orang kesembilan yang nanya selama saya jualan gorengan.” kata anak itu dengan wajah polosnya.

“Ya terus jawabannya apa?”

Anak polos itu hanya menggeleng,"Nggak tau Kang, yang sudah-sudah juga begitu. Saya hanya mengikuti mereka saja." Jawabnya tanpa argumen yang memuaskan kepenasaranan Abas.

"Hemmm begitu ya? Mungkin bala-bala ketua genk gorengan. Jadi dia itu maskot." Ceracau Abas, tangannya masih sibuk memilih gorengan dengan tatapan enggan dari anak penjual gorengan itu. Baginya Abas hanya membuang-buang waktunya saja dengan ocehannya, sementara pelanggan lainnya tengah menunggunya.

"Segini saja. Nih uangnyanya, kembaliannya ambil saja buat kamu jajan ya." Senyum tulus ikhlas Abas melengkung, seraya menyerahkan uang lima ribu rupiah.

Anak itu menerima dengan mata nanar,"Ini uangnya pas Kang. Ngga ada lebihnya." Tatapan jijik anak itu menatap Abas.

"Oh gitu ya? Hehehe…" Abas menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Anak itu pun pergi dengan satu perasaan yang menggunung di hatinya - sebal.

"Abas!"

Abas menoleh ke arah jalan di depan rumahnya,"Kang Din? Ka mana?"

"Pulang." Jawab lelaki tinggi kurus bernama Didin. Didin menghampiri Abas, berharap ditawari gorengan.

"Dari mana." Abas bertanya ulang.

"Biasa stor ikan ke tengkulak." Wajah resah Didin tak dapat disembunyikan.

"Wah rezeki nomplok atuh pagi-pagi." Seloroh Abas.

"Hah biasa saja Bas. Seperti biasa, harga tengkulak yang ke sini mana pernah ambil harga tinggi."

"Iya sih, Bapak juga begitu. Gorengan Kang," Abas duduk di bangku bambu, menyodorkan kantong kresek berisi gorengan, dia duduk bersisian dengan Didin, "Kenapa nggak kita para nelayan jual langsung saja ya ke pasar-pasar?"

Lihat selengkapnya