"Kamu serius Rum?" Abas menatap lekat Arum, mulutnya terbuka, dia belum sepeunuhnya percaya Arum punya gagasan seperti itu.
"Gimana menurut kamu Bas?"
"Aku nggak jadi merantau!" Abas menaruh botol minuman soda di sampingnya.
"Jadi menurut kamu kita layak mencobanya?"
"Sangat layak untuk dicoba, demi kemajuan Nelayan di kampung kita." Abas memberikan nada tegas yang lebih mencambuk semangat Arum.
"Tapi mungkin kamu yang akan lebih banyak berperan Bas.Aku kan harus membagi waktu dengan sekolah."
"Ah iya aku paham Rum, dengan gagasan begini saja itu berarti banget. Aku nggak kepikiran sebelumnya. Tapi bagaimana kita membawa ikan-ikan itu?"
"Ah iya ya, masa jalan kaki. Kamu nggak ada motor ya?" Arum merubah posisi duduknya menjadi bersila.
"Aku akan beli!" Abas tersenyum penuh arti.
"Emang punya uang?" Arum menaikan sebelah alisnya, tak percaya dengan pengangguran di depan matanya.
"Aku kan dapat pesangon Rum pas di pehaka kemarin!" Abas mendengus.
"Jadi kamu punya uang?" Mata Arum membulat.
"Punya."
"Ya ampun Bas, kamu itu pergi-pergi aku yang ongkosin, aku yang traktir, aku pikir kamu nggak punya uang!" Arum mendesis,kesal.
"Hehehe, kan buat rencana kita uangnya, untuk masa depan rumah tangga kita."Abas terkekeh.
"Haah? rumah tangga?” Arum menyipitkan mata.
“Ya amoun Rum, begitu saja serius. Rumah tangga sama kamu mah ibarat rumah tangga sama singa.”
“Sembarangan!” Arum memukul lengan Abas.
Abas meringis, “Deuh tuh kan!”
“Lagian kamu baru tahu rencananya juga baru saja kan? pake ngeles segala."
"Hehehe… Ya kamu nggak nanya, maen bayar-bayar saja, ya aku senang dong!" Kata Abas tanpa merasa bersalah.
"Ya sudah, kira-kira cukup ngga duitnya?"