"2 miliar?"
"Iya," balas Nabila dan Thalia bersamaan.
Nona menyandarkan punggungnya seraya menghela napas. Dirinya sudah salah memilih sekolah baru. SMA Berlian sangat gila. Tapi, apakah dirinya akan diam saja? Tidak akan pernah. Berpura-pura buta dan tuli atas ketidakadilan bukanlah bagian dari kepribadiannya.
"Pesanan nomor 22." Dua orang pelayan kantin datang membawa pesanan ketiganya. "Silakan dinikmati."
"Terima kasih," sahut mereka sambil menata pesanan sesuai pemiliknya.
"Makan dulu, lah. Laper," ucap Nabila seraya menambahkan 2 sendok sambal ke dalam mangkok baksonya.
"Selamat makan."
"Eh Na, gue lupa." Thalia menepuk dahinya.
"Apa?"
"Motor lo aman, kan?"
Nona mengernyit. "Maksudnya?"
"Semalem, motor lo udah dikirim ke rumah. Dateng kan motornya? Gue takut salah ngasih alamat."
Sontak dia tersedak mendengarnya. Syok. "Kok dikirim ke rumah?" tanyanya dengan panik. Menelan suapan pertamanya bulat-bulat.
"Lah, terus harus dikirim ke mana lagi? Kok lo kaget sih? Emangnya lo nggak tahu kalau motornya udah dianter? Apa salah alamat?"
Nona terdiam. Mengingat sesuatu yang tidak ada dalam ingatannya. "Jam berapa?"
"Jam sepuluhan gitu." Thalia tidak tahu saja kalau temannya itu berada dalam masalah karenanya. "Semalam, orang bengkel nelepon gue kalau motor lo udah beres. Ya gue suruh mereka langsung kirim aja ke rumah lo. Alamatnya yang kemarin kan? Waktu gue anter lo balik."
Ingin merutuki perbuatan Thalia, tapi yang dilakukannya memang tidak salah. Dia sendiri lupa untuk memberitahunya agar mengantarkan motor ke sekolah saja, tidak ke rumahnya.
Kenapa mama sama Kak Calvin nggak cerita? Kenapa juga motornya diumpetin?
Nona meringis. Sepertinya mereka sudah tahu kalau dirinya berbohong.
"Na, lo kenapa? Kok malah bengong?" Nabila mengguncang pundaknya.
"Oh, nggak apa-apa. Semalam saya udah tidur, jadi nggak tahu. Orang rumah juga nggak ada yang ngasih tahu."
Nabila merasa sulit untuk memahami situasi yang dialami Nona. Agak pelik. Sepertinya Nona menyembunyikan sesuatu hal yang tidak ingin siapa pun tahu.
"Jadi lo ke sini nggak pake motor yang kemarin?"
"Nggak. Tadi dianter Kak Calvin pake mobilnya papa."
"Mobil?" Thalia dan Nabila saling melempar pandang.
"Iya. Emangnya kenapa?"
Thalia berdehem. "Sori, mobil yang lo maksud itu, mobil ini bukan?" Ia menunjukkan sebuah foto yang dikirim ke grup sekolah. Dirinya ingin memastikan satu hal.
Nona membulatkan matanya. Di layar ponsel milik Thalia, jelas menampakkan foto mobil pikap berwarna abu, ¹kolot, dan bagian bodinya sudah ada yang berkarat. Itu mobil milik papanya. Mobil warisan kakeknya yang masih bisa dipakai setelah beberapa perbaikan yang dilakukan Calvin. ¹Tua;
083xxxxxxxxx
Woy guys, tadi gue lihat ada murid SMA Berlian turun dari mobil itu. Gilak. Kayaknya dia time traveller dari taun 90-an deh wkwkwkwkwk. Buat identitasnya gue nggak bakal ngasih tahu. Soalnya dia cantik hahahaha.
081xxxxxxxxx
Apaan banget. Siapa sih orangnya? Ada yang lihat gak? Kalau gue jadi dia, malu banget ke sekolah elite naik mobil ²butut gitu. ²Jelek;
2 kata terakhir membuat Nona kesal.
085xxxxxxxxx
Eh, mobil kayak gitu kece tauk. Bokap gue sampe ikutan lelang buat punya mobil macem begitu.
"Itu mobilnya? Gue mau mastiin aja sih." Thalia menyilangkan kakinya dengan gemulai.
"Iya. Itu mobil papa saya," balasnya, membenarkan prasangka Thalia.