BILA BAHAGIA ITU DIJUAL

Sefiti
Chapter #14

ADA APA?

***

Ada satu hal yang memiliki daya tarik begitu kuat di hari ini. Radena yang selalu datang ke sekolah setelah gerbang tertutup 5 bulan belakangan, sekarang kembali melewati garis gerbang sebelum jam masuk. Ada apa dengannya? Apa dia sudah mulai tertarik untuk menjalankan hidup sesuai aturan?

Berbeda dengan Radena yang disambut dengan aura baik, tatapan tidak suka dan kesal menyambut kedatangan gadis yang ikut serta di jok belakang motornya. Orang-orang yang berada di sekitaran parkiran tak lepas menyoroti dan tak berhenti juga saling berbisik. Nona memang sudah biasa dengan hal-hal itu. Tetapi, kali ini rasanya ada yang berbeda. Hawa yang dirasakannya lebih panas. Pandangan mata yang mengarah padanya pun lebih tajam.

Setelah motor terparkir dengan nyaman, Nona lekas menuruninya dan berniat untuk segera pergi ke kelas. Namun Radena mencekal lengannya.

"Ke mana?" tanya laki-laki itu.

Nona memutar bola matanya malas. "Ke kelas lah," jawabnya lalu kembali berbalik.

"Tungguin, kenapa. Buru-buru amat." Lagi-lagi Radena menahannya.

"Kamu nggak inget ya peraturan yang kemarin saya buat?"

Radena menautkan alisnya. "Peraturan apaan? Peraturan belajar itu?"

Nona mengangguk.

Radena berdecak. "Emangnya sekarang kita lagi belajar? Nggak 'kan? Jadi peraturan itu nggak berlaku di sini."

"Licik kamu ya."

Suara tawa renyah terdengar keluar dari mulut Radena. Ia menertawakan ekspresi Nona yang sedang marah itu. "Oke. Gue inget poin 6, kalau gue nggak boleh ganggu lo di jam aktif belajar 'kan?"

"Itu inget. Jadi jangan deket-deket."

"Lo kan mintanya jangan ganggu di jam aktif. Nah, ini belum jam masuk. Jadi peraturannya nggak berlaku buat sekarang."

Nona menggertakkan gigi-giginya. Radena tidak mau kalah.

"Harusnya lo tuh tulisnya kayak gini, Jangan gangguin saya di sekolah. Itu baru bener. Jadi siapa yang salah? Lo lah. Buat aturan kok nggak ngerti."

Nona menghela napasnya. Tidak ada gunanya lagi ia mengelak. "Terus sekarang kamu mau apa?"

"Kita jalan bareng ke kelas. Ayo." Tanpa meminta izin, dia menarik lengan Nona.

Nona kaget dan berusaha untuk melepaskan genggaman tangan Radena di lengannya. "Nggak usah pegang-pegang dong. Lepasin."

"Kalau lo mau aman di sekolah, lo harus terbiasa sama gue kayak gini. Semua orang kan tahunya kita tuh pacaran. Jadi mereka nggak bakalan macem-macem sama lo."

Nona membeku. Mencerna perkataan yang telah ia tangkap.

"Pacaran? Maksud kamu apaan sih?"

Sudah dia duga. Nona belum mengetahuinya. Radena lantas merogoh ponselnya di saku celana.

"Anjir." Mulutnya mengumpat. Ponselnya mati. Benar-benar rusak. Dirinya pikir, masih ada harapan.

Nona senantiasa menunggu penjelasannya.

Radena melirik gadis itu, lalu berdehem.

"Mana hape lo?" Tangannya terulur, meminta barang yang dimaksud.

"Buat apaan?"

Dari sikapnya, sepertinya Nona sama sekali tidak memeriksa grup sekolah.

"Lo nggak cek grup kelas sama grup sekolah ya?"

"Emangnya kenapa?"

Decakan merespons jawabannya. "Pantesan lo kalem-kalem aja dari tadi."

Kebiasaannya membuat dirinya bingung. Nona jarang menyentuh ponselnya di pagi hari. Benda itu saja belum dihidupkan sampai sekarang. Keadaannya masih mati sejak semalam.

"Saya bener-bener nggak ngerti sama arah pembicaraan kamu. Udah ya. Bentar lagi mau bel—"

Radena menarik tangannya. Membawanya berjalan beriringan. "Bareng gue kalau lo mau aman."

Kedua kaki gadis itu melangkah dengan terpaksa diiringi protesan.

"Radena lepasin!" Nona tidak bisa lagi menahan rasa kesalnya. Ia membentak Radena di saat itu juga.

Sepertinya suara yang Nona keluarkan tak terkontrol volumenya. Terlihat dari tatapan semua orang yang tak percaya, kalau dia berani membentak cucu pemilik sekolah.

Radena seketika menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah Nona yang berjarak setengah meter di belakangnya. "Lo barusan ngebentak gue?"

"Iya!" Nona masih memberikan raut wajah kesalnya. "Kenapa? Nggak suka?"

Bukannya menjawab, Radena memilih untuk melepaskan cekalannya. Dia tidak mengira Nona akan semarah ini.

"Saya nggak butuh perlindungan dari kamu, Radena. Saya bisa urus kebencian mereka sendiri. Saya bukan orang yang suka berlindung di balik kekuasaan orang lain. Jadi, jangan harap saya bakalan nurutin kemauan kamu kali ini. Dan jangan sok buat jadi tameng saya." Nona sangat marah. Dia bukan boneka yang bisa diatur-atur semaunya. Kenapa Radena seenaknya?

Radena menghela napas. Matanya diedarkan ke semua orang yang sedang menontoninya terang-terangan maupun diam-diam. "HEH, LO PADA! NGAPAIN TUH HAPE NGEREKAMIN PACAR GUE?!" Radena berteriak kepada beberapa orang yang terlihat sedang mengambil video dengan ponselnya. Teriakannya sontak membuat mereka ketakutan dan lekas menyembunyikan ponselnya.

Pacar gue? Nona ingin sekali mencakar wajah Radena.

Lihat selengkapnya