BILA BAHAGIA ITU DIJUAL

Sefiti
Chapter #19

JOIN?

***

Nona duduk bersila di ayunan rotan yang menggantung di depan rumah. Cuaca kali ini terasa sejuk dengan angin semilir yang membuat kulit tubuh terasa nyaman. Merasa bosan berada di dalam rumah, Nona memilih untuk nangkring sembari membaca novelnya yang bertemakan misteri. Bukan hanya itu, ia juga ingin menemani Calvin yang sedang memperbaiki motor pelanggannya yang harus sudah selesai besok pagi. Sesekali, matanya memerhatikan Calvin yang sibuk dengan alat-alat bengkelnya. Disela-sela pekerjaannya, laki-laki itu juga beberapa kali melontarkan pertanyaan ringan seputar kegiatannya hari tadi.

"Kakak nggak capek baru pulang langsung lanjut kerja?"

Calvin menoleh. "Capek sih nggak. Cuman ngantuk nih. Mungkin abis selesai ini langsung tidur. Soalnya kerjaannya harus selesai besok pagi, Na. Kakak nggak mau ngecewain pelanggan."

Nona manggut-manggut. "Nona bantu doa deh, biar pelanggannya makin banyak."

"Amin!" Calvin menyahut dengan semangat.

"Vin, ini minum dulu." Panggilan Maya membuat Calvin dan Nona menoleh kepadanya. "Udah, sini istirahat. Makan dulu camilan, nih. Mama bikinin risoles," katanya sembari meletakkan 2 gelas teh hangat dan satu piring yang berisikan beberapa risoles sayur.

"Iya Ma." Calvin menjawab seraya mendekati kran air untuk mencuci tangannya yang kotor.

"Nona mau juga dong," sahutnya seraya menurunkan kakinya sampai menyentuh muka keramik. Ia berjinjit mendekati Maya yang sudah duduk di kursi. Niatnya turun hanya untuk mengambil satu buah risoles sayur itu, lalu kembali duduk di ayunan rotan.

"Wihhhh, enak nih, anget-anget," seru Calvin yang langsung menyerbu kursi dengan mata yang terus menyoroti tumpukan risoles itu. "Makasih ya Mamaku yang baik, cantik, perhatian, nggak pelit, jarang marah, pengertian—"

"CAPER!" ejek Nona dengan wajahnya yang terlihat menyebalkan. Membuat Calvin mendelik.

Maya tertawa. "Udah ah, sok dimakan."

Tak mau ribut, Nona tak mengacuhkan tatapan Calvin yang penuh kesebalan itu. Ia lebih memilih melanjutkan bacaan pada novelnya.

"Adik durhaka," gerutunya sebelum menggigit risoles dengan kasar.

Kepala Maya geleng-geleng melihat kelakuan 2 anaknya yang selalu tiba-tiba seperti ini. Tak lama, matanya beralih memandangi Nona dengan lekat.

"Na," panggilnya.

"Iya Ma?" Nona menjawab dengan menurunkan buku yang sedari tadi menutupi wajahnya.

"Kamu ada hubungan apa sama Raden?" Pertanyaannya membuat alis Nona terangkat.

"Raden? Maksudnya Radena?"

Maya mengangguk.

"Jangan bilang kalau kamu emang beneran pacaran sama dia, tapi kamu maunya backstreet biar nggak ketahuan Mama." Sangkaan Calvin mendapat pelototan dari Nona.

"Apaan sih Kak. Sok tahu aja." Nona memicingkan matanya.

Calvin malah memelet.

"Terus gimana yang benernya?" Maya sudah sangat penasaran.

Nona tiba-tiba memasang raut wajah dilema. Dia meneguk salivanya kuat-kuat. Disela-selanya menggigit, mengunyah, dan menelan si risoles, otaknya sedang mempertimbangkan sesuatu.

Tak lama ia pun menghela napasnya. "Sebenernya dia itu cucu yang punya sekolah."

Kedua kelopak mata Maya sontak melebar. Calvin pun juga begitu sampai mulutnya menganga saking terkejutnya. Gigitan risoles yang masih berdiam di atas lidahnya pun sampai terabaikan.

"Cucu yang punya sekolah?" tanya Maya memastikan.

Nona pun mengangguk. "Iya."

Calvin yang masih terkejut, menelan makanannya bulat-bulat tanpa dikunyah dulu. Ia seketika teringat dengan sikapnya kemarin kepada Radena yang bisa dibilang... sangat merisikan. Bagaimana kalau ulahnya membuat Nona dalam masalah? Bagaimana jika Radena melampiaskan kekesalan terhadap dirinya kepada Nona? Calvin jadi dihantui penyesalan.

"Kalian sedeket apa sampe dia mau jemput kamu?"

"Nona nggak deket kok sama dia."

Maya dan Calvin dibuat kebingungan oleh pernyataannya.

Melihat Mama dan kakaknya tampak linglung, Nona pun menegakkan duduknya. "Oke, Nona mau jujur—"

Lihat selengkapnya