BILA BAHAGIA ITU DIJUAL

Sefiti
Chapter #29

KE KEDAI KOPI MARAHAN?

***

"Mau ke mana, Na?" Calvin yang sedang mengaduk kopinya, teralihkan oleh kehadiran Nona yang keluar dari kamar dengan penampilan yang rapi.

"Jalan-jalan. Bosen di rumah," jawabnya sembari menutup pintu kamar.

Sudah satu minggu berlalu semenjak sekolah diliburkan. Dan hari ini Nona ingin menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan keliling kota. Rasanya membosankan bila berada di rumah terus.

"Mama mana?"

"Ada tuh di belakang. Biasa, lagi masak."

"Oke." Dia pun berjalan ke arah dapur untuk menemui mamanya yang sibuk memasak pesanan katering bersama Teh Santi.

"Ini pesenan dari mana Bu?" Teh Santi bertanya sambil memasukkan satu per satu potongan daging ayam ke dalam kuali yang sudah diisi minyak.

"Perusahaan Konveksi Buana. Katanya ada acara pertemuan gitu."

Perempuan berjilbab itu manggut-manggut.

"Ma?" Panggilan Nona membuat Maya dan Teh Santi menolehkan kepala bersamaan.

"Iya Na?"

"Nona izin keluar sebentar ya? Jalan-jalan."

Maya mengangguk dengan tersenyum. "Iya. Tapi jangan kesorean pulangnya. Bisi hujan."

"Siap Ma. Ya udah, Nona berangkat," pamitnya dengan mengecup punggung tangan Maya. "Mari Teh."

"Mangga Néng. Hati-hati ya." Teh Santi terkekeh kecil.

Nona tersenyum manis menanggapinya.

Setelah meminta izin dan berpamitan, dia kembali ke ruang tengah untuk mencari kunci motornya.

"Kak, kunci motor Nona di mana...."

Saat dirinya sampai di depan, langkahnya tertahan. Badannya mematung dengan alis yang bertautan.

"Ayo Na. Let's go!" seru Calvin yang sudah siap dengan motornya.

Nona menghela napas panjang sebelum menghampirinya. "Kakak ngapain sih? Nona nggak ngajak lho."

"Kakak juga mau jalan-jalan lah."

"Tapi Nona pengen sendiri."

"Kamu ajak Kakak, Kakak bayar apa pun yang kamu beli," bujuknya dengan menaik-naikkan alisnya.

Wajah Nona berubah jadi semringah. "Beneran ya?" Telunjuknya mengancam.

"Iya. Ayo!" Dia pun kembali menutup kaca helmnya. Tangannya sudah siap sedia memutar kunci motor.

"Eh, tapi Kakak belum izin sama Mama. Nanti Mama nyariin gimana?"

Calvin terdiam. Tak lama ia merogoh ponselnya dan mengetik sebuah pesan kepada mamanya.

Ma, Calvin mau keluar sama Nona. Izin ya.

"Udah tuh," katanya dengan menunjukkan isi chat-nya kepada Nona.

"Idih, padahal lari dulu ke rumah kan bisa."

"Ribet."

"Dasar mageran," komentarnya sebelum menduduki jok motor.

"Udah dipake helmnya?"

"Udah," balasnya dengan sedikit gemas.

"Oke. Berangkat!"

Calvin terlihat sangat bersemangat. Dirinya juga sudah lama tidak memanjakan mata dan pikirannya. Sebelumnya, setiap minggu mereka sekeluarga selalu menghabiskan waktu libur bersama. Tapi, sekarang semuanya berbeda. Sosok David pun sudah tak bisa berdampingan lagi di sampingnya.

"Kak, kita ke makam papa dulu ya. Nona kangen."

"Iya."

"Terus mampir dulu ke toko bunga buat beli bunga tabur."

"Toko bunga deket sini di mana?"

"Nona tahu toko bunga yang bagus sama seger-seger. Ada di deket sekolahan."

Laki-laki itu tak memberi jawaban. Dia hanya mengangguk dan menuruti perkataan adiknya.

"Alhamdulillah ya Pak, udah beberapa minggu ini nggak ada ranjau paku lagi." Ucapan nyaring seorang ibu-ibu yang sedang berbincang dengan suaminya, mengalihkan pandangan Nona.

Sekarang ini dirinya sedang menunggu lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau.

"Iya, Alhamdulillah," sahut pria di depannya.

Nona menyungging senyuman tipis. Sepertinya si mas bengkel itu menepati janjinya.

Senin, 18 Oktober 2021 - Tes Beasiswa di SMA Berlian

Butuh waktu 30 menit untuk Nona sampai ke SMA Berlian. Sekarang dia sedang berada di daerah Jl. Ahmad Yani setelah 10 menit melajukan motornya.

"Eh-eh-eh-eh-eh-eh." Tiba-tiba motornya berhenti di tengah jalan. Untung kondisi jalanan tidak begitu ramai.

"Néng, kenapa motornya berhenti?" tanya seorang bapak yang menghampirinya dari tepi jalan.

Nona menoleh. "Nggak tahu," balasnya dengan raut wajah kebingungan dan cemas.

"Pinggirin dulu, Néng. Bahaya," saran dari pengendara yang lainnya.

Kepalanya hanya mengangguk. Dia berusaha membawa motornya ke pinggir.

"Biar Bapak bantu." Pengendara motor yang memberinya saran untuk meminggirkan motornya itu, turun tangan untuk membantu.

"Terima kasih Pak."

"Ah, ini mah bannya bocor, Néng," katanya saat akan mendorong motornya meninggalkan jalan raya. "Kena paku."

"Paku? Kok bisa?"

"Di sini emang banyak ranjau paku, Néng. Ke depannya harus hati-hati."

"Ranjau paku?"

"Iya. Biasa, ulah anak-anak yang nggak ada kerjaan. Padahal udah dikasih peringatan."

"Nggak ada kerjaan banget. Ngerugiin orang aja," komentarnya.

"Iya. Nggak ada kerjaan, emang," timpal bapak tersebut.

"Di sekitar sini ada bengkel nggak, Pak?"

"Ohhh, ada, di pertigaan sana. Mungkin 300 meter."

"300 meter?"

"Néng tenang aja, nanti Bapak minta orang bengkel buat ke sini. Kan Bapak juga mau ke arah sana."

"Wah, terima kasih banyak, Pak. Maaf jadi ngerepotin."

"Iya. Kalau gitu Bapak pergi dulu. Ini juga lagi buru-buru soalnya."

"Iya. Terima kasih banyak ya, Pak."

Nona beberapa kali mengecek ban motornya. Ah! Dirinya dibuat kesal. Kalau seperti ini, dia bisa terlambat. Meminta Calvin menyusulnya ke sini? Yang ada dia akan diomeli.

Nona mengecek jam tangannya. Dia sudah 5 menit menunggu, tapi orang bengkel belum jua datang ke tempatnya. Bel masuk tersisa 10 menit lagi. Ah! Dirinya semakin kalut dibuatnya.

Tak lama kemudian, seorang laki-laki berpakaian montir menghentikan motornya satu meter dari posisinya. Nona melihat orang itu mendekatinya.

Akhirnya!

"Mas cari saya, ya?" Gadis itu bertanya dengan antusias.

"Néng, yang ban motornya bocor? Tadi bapak yang lewat bilang, kalau di sini ada motor yang bannya bocor."

"Iya Mas, itu saya. Ini motornya." Nona menunjukkan motornya. "Cepetan ya Mas. Saya nggak mau telat ini."

Si mas montir itu tampak memeriksa ban motor di hadapannya. "Paling lama 40 menit," katanya seraya membongkar kotak peralatan bengkelnya.

"40 menit? Bisa kurang nggak?"

Montir itu terdiam lalu mendongak. "Saya usahakan."

Nona menghela napasnya. Pikirannya terus berkelana antara terlambat atau tidak. Dirinya tak mau membayangkannya. Tapi, sepertinya 99,99% kali ini dirinya akan terlambat.

Nona memerhatikan arloji dan montir secara bergantian, hingga pada akhirnya dia memutuskan untuk melihat proses perbaikan bannya saja dengan seksama. Namun, sesuatu yang aneh disadarinya. Ia melihat raut wajah mas montir seperti orang yang kesenangan. Tak hanya itu, motor yang digunakan oleh si montir sama persis dengan motor bapak tadi yang telah menolongnya. Ia pun mengarahkan pandangan kepada plat nomor motor itu. Terlihat sudut matanya melirik laki-laki di depannya dengan sebelah alis yang terangkat.

"Mas, udah sering ngebengkel di daerah sini?"

Montir itu menoleh, lalu kembali lagi melakukan pekerjaannya. "Lumayan. Hampir tiap hari."

"Rame?"

"Nggak juga sih. Paling cuma jam-jam segini sama rada malem gitu."

Nona manggut-manggut.

"Rata-rata pada kenapa itu Mas? Sama kayak saya kasusnya?"

Montir itu tiba-tiba menegang. Ia menelan ludahnya sebelum menjawab pertanyaan dari gadis di sampingnya. Ini anak kok banyak tanya sih, batinnya.

"Oh, itu. Uhm, iya. Kena paku kayak gini."

"Oh iya," balasnya lalu tersenyum.

Mendengar balasan Nona yang seperti itu, montir tersebut merasa lega karena sepertinya dia tak akan memberikannya pertanyaan lagi. Bisa-bisa dirinya menjadi salah tingkah bila terus dihujani pertanyaan.

Satu menit berlalu, Nona berdehem lagi. "Mas, itu motor yang Mas pake tipenya apa sih? Soalnya kakak saya lagi cari-cari motor klasik kayak gitu." Nona menunjuk motor yang terpakir di sampingnya.

Tanpa menoleh dan menghentikan kegiatannya, montir tersebut menggeleng. "Saya nggak tahu ini tipe berapa. Soalnya bapak yang beli. Udah lama banget juga belinya. Waktu saya masih SD," jawabnya dengan terkekeh. Tak menyadari apa pun.

"Oh, punya bapaknya. Bukan punya pelanggan?"

Montir itu tertawa. "Bukan dong. Ini punya bapak saya. Lagian motor kayak gini tuh udah termasuk langka."

"Gitu ya. Kalau buka bengkel udah dari kapan?"

"Masih baru sih. Kurang lebih setengah tahun. Tapi akhir-akhir ini emang sepi banget. Soalnya bengkel kami kecil. Sedangkan sekarang, bengkel yang modern lebih banyak diincar."

"Jadi itu alasannya kalian lempar paku di jalanan ini?" Pertanyaanya sangat menohok. Membuat si mas montir melotot dan sontak berdiri menghadapnya.

"Ma-ma-maksudnya?"

"Udah, Masnya ngaku aja deh. Atau mau saya laporin polisi?"

Lihat selengkapnya