***
Setyo langsung terperenjat sebab telinganya menangkap suara dari ponselnya yang terus memberikan notifikasi. Notifikasi itu berasal dari alarm sensor pada brankasnya yang terhubung ke ponselnya. Ia pun bangkit dan meraih ponselnya yang berada di atas nakas.
"Kurang ajar," umpatnya.
Matanya menyipit selama memerhatikan video yang tertangkap dari kamera brankasnya. Bila alarm sensor itu menyala, secara otomatis kamera yang terpasang di sana akan aktif.
"Siapa penyusup ini? Berani-beraninya masuk ke ruangan saya."
Dia segera menghubungi Pak Jono untuk menanyakan situasinya langsung.
Apa mereka berhasil menangkap si penyusup itu?
"Halo Pak, ada penyus—"
"Saya sudah tahu. Bagaimana? Apa penyusupnya tertangkap?"
Pak Jono dan para penjaga lain hanya menghela napas.
"Tidak Pak," jawabnya dengan posisi yang berada tepat di depan jendela. "Penyusupnya kabur lewat jendela. Kami tidak bisa masuk ke dalam ruangan karena tak punya akses untuk masuk. Tapi kata Feri yang berjaga di luar, dia lihat jendela ruangan Bapak terbuka."
"Kalian kok tidak becus? Dia cuma sendirian kan? Ngapain aja sampe bisa kehilangan jejaknya?"
"Maaf Pak. Penyusupnya—"
"Sudah. Saya tidak mau dengar alasan apa pun. Apa ada yang datang ke sekolah?"
Pak Jono mengangguk. "Ada Pak. Bu Anna."
Kulit keningnya mengerut. "Bu Anna? Mau apa dia ke sekolah?"
"Katanya ada yang mau diambil, Pak."
"Di mana dia sekarang?"
"Saya tidak tahu Pak. Kayaknya di ruang guru."
Setyo bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke arah lemari untuk mengambil mantelnya.
"Jangan biarkan dia pergi, sebelum saya datang."
"Baik Pak."
Satpam itu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, kemudian menatap rekan-rekannya dengan bergantian. "Pak Setyo mau ke sini."
Mereka mengangguk paham.
"Saya sama Feri ke lantai 3, cari Bu Anna. Kalian berdua tunggu di sini. Sisanya balik lagi ke bawah."
"Iya Pak."
Karena Pak Jono adalah yang tertua di antara mereka, jadi mereka pun akan menuruti perkataannya.
***
"Bu Anna!"
Saat pintu terbuka, mereka yang berada di dalam lift terkejut melihat si guru pengganti tergeletak begitu saja di depan sana. Dia pingsan.
"Kalian lanjut ke bawah aja. Biar Bu Anna, saya sama Feri yang urus."
"Siap Pak." Mereka pun kembali menutup pintu dan meneruskan perjalanan.
"¹Si Ibu, ieu kunaon bisa pingsan kieu?" Pak Jono tampak kebingungan. "Bu, bangun." ¹Bu Anna kenapa bisa pingsan gini;
"Fer, kamu tolong ambilin air segelas mah dari ruang guru."
Feri mengangguk. "Iya Pak."
"Bu Anna, bangun Bu."
Kelopak mata perempuan itu terlihat mengerjap. Perlahan dia membuka matanya.
"Pak Jono, kok saya ada di sini?" tanyanya dengan penuh kepolosan. Wajahnya dibuat selemas mungkin.
"Ini airnya Bu. Diminum dulu." Feri menyodorkan segelas air hangat kepadanya.
Nataline menatap pria tinggi itu dengan senyuman tipis. "Terima kasih," jawabnya sebelum menerimanya.
"Diminum dulu Bu," suruh Pak Jono.
Perempuan itu mengangguk, lalu meneguk airnya sampai habis.
"Gimana ceritanya Ibu bisa pingsan di sini?"
Dia menghela napas panjang sebelum menceritakan kronologinya. "Seinget saya tuh, tadi waktu masuk lift, ada yang mukul saya sampe pingsan."
Pak Jono dan Feri saling melempar pandang.
Kayaknya bukan Bu Anna. Mana bisa perempuan lemah begini berani kabur lewat jendela.
"Ada apaan Pak? Kok kayaknya pada panik?"
"Ada penyusup yang masuk ke ruangannya Pak Setyo."
"Apa?" Dia memamerkan reaksi keterkejutannya. "Jangan-jangan, yang buat saya pingsan itu dia?"