***
Nataline tampak menopang dagu dengan mata yang setia memerhatikan gerak-gerik Setyo di ruangan rahasianya. Kamera yang dia pasang di sana sudah terhubung dengan layar monitor komputernya.
Sesampainya di dalam ruangan, pria itu terlihat panik dan tak memedulikan apa pun kecuali ... brankasnya.
"Sial," gumamnya.
Kamera yang terpasang pada lemari pendingin di seberang brankas, tak mampu memberinya penampakan dari isi brankasnya. Pria tua itu berada tepat di depan sana, menghalangi bagian dalam dari brankas itu.
"Untung saja dia tidak berhasil membuka brankas ini. Kalau semuanya terbongkar, hancur sudah hidup saya."
Kulit keningnya mengerut, sehingga matanya pun ikut menyipit. "Terbongkar?" Salah satu sudut bibirnya tertarik.
"Jadi emang bener. Pak Setyo nyembunyiin sesuatu. Tapi, apa ada hubungannya sama peraturan istimewa di SMA Berlian? Kenapa peraturan sekonyol itu bisa lepas kontrol dari pantauan pihak Pengelolaan Pendidikan?" Perempuan itu beranjak dan berjalan mendekat ke investigation board.
Sesampainya di sana, dia melipatkan kedua lengannya di depan dada dan matanya menjurus pada satu foto.
Damar Abraham.
"Pak Damar, apa Anda ada kaitannya dengan peraturan istimewa itu? Sesuatu hal yang janggal jika pejabat seperti Anda melakukan pertemuan rutin di sekolah. Apalagi pertemuannya sangat rahasia."
Tangannya meraih bolpoin yang ada di atas meja dan menuliskan sesuatu di bawah foto si Kepala Pengelolaan Pendidikan Bandung itu.
Dugaan: Disuap untuk menyetujui peraturan istimewa dan menutupi 'sesuatu'.
"Dan apa sesuatu itu?" Dia mengetuk-ketukkan ujung bolpoin ke dagunya. "Sumpah, ini orang bertiga bikin kepala gue panas." Kasusnya kali ini benar-benar menguras pola pikirnya. Tapi anehnya, dia sangat tertarik untuk menguliknya.
Matanya melirik ponsel yang tergeletak di meja kerjanya. Ada panggilan masuk. Nataline pun segera menghampirinya dan menerima panggilan itu seraya kembali duduk di kursinya.
"Halo Pak. Gimana? Firasat saya benar 'kan? Apa saya bil—"
"—Cuma video semacam itu, kamu bilang itu alat bukti? Apa yang bisa dijadikan bukti?"
Raut wajahnya yang semula bersemangat dan penuh percaya diri, berubah dalam sekejap.
"Maksudnya?"
"Nataline, kamu hanya mengirimkan video tentang ruangan rahasia si pemilik sekolah, dan rekaman yang tidak jelas pembahasannya. Itu bukan sesuatu yang bisa membuktikan kalau firasat kamu benar."
Ini orang maunya apa sih?
"Saya mau, kamu cari alat dan barang bukti yang bisa buat saya dukung kamu 100%. Saat ini dukungan saya masih 40%."
Nataline pun menghela napasnya. "Iya Pak."
"Dan untuk data yang kamu minta, saya akan kirim via E-mail."
Mendengar itu, mood-nya kembali lagi. "Data tentang David Dirgantara?"
"Iya. Nama lengkapnya David Anggara Bagus Dirgantara. Dia Ketua Unit Deteksi dan Analisis di ¹OPKN." ¹Organisasi Penindaklanjutan Korupsi Negara;
"OPKN?" tanyanya dengan terkejut sekaligus heran. "Sebentar." Dia ingin mencari sesuatu di internet.
Struktur Organisasi Penindaklanjutan Korupsi Negara
Dirinya sangat penasaran dengan satu hal. Seingatnya, selama dia menelusuri daftar para nama di organisasi itu, tidak ada nama David Dirgantara yang nangkring di sana. Sangat tidak mungkin jika dia melewatinya.
"Nataline, ada apa?"
"Kenapa saya tidak pernah menemukan namanya di Struktur OPKN? Saya yakin tidak melewatkan satu nama pun selama ini."
"Itu sudah menjadi keputusan. Demi keamanan keluarganya. Dia tidak mau orang-orang mengusik kehidupan keluarganya, karena pekerjaannya yang rentan mendapat isu negatif dari segala arah. Kamu pasti sudah tahu tentang itu."
Dia terdiam. Dirinya memang sangat mengerti, tapi masih belum bisa memercayai fakta yang baru saja diketahuinya.
"Dia sudah meninggal satu bulan yang lalu 'kan? Sepertinya kematiannya juga dirahasiakan dari publik."
"Iya. Dan itu juga sudah menjadi ketentuannya, karena dia bergabung ke dalam Shadow In The Dark. Ada, tapi tak terlihat dan tak diketahui keberadaannya. Bukan hal yang mudah menjadi anggota di sana, sebab menjaga identitas adalah harga mati. Keluarganya sendiri dilarang untuk tahu soal itu. Itu juga jadi alasan kenapa namanya tidak pernah ikut berbaris di Struktur OPKN."
Shadow In The Dark? Apa jangan-jangan—
"Ya sudah. Itu saja pembicaraan kita malam ini. Data selengkapnya akan saya kirimkan sekarang."
"Baik, Pak. Terima kasih atas bantuannya."
"Ingat, kamu harus dapatkan buktinya secara utuh. Saya beri waktu tambahan selama 14 hari, dimulai dari tanggal masuk sekolah semester 2."
"Siap Pak. Saya—"
Panggilan terputus.
Aish! Again?
***
Bandung, 06 Desember 2021
"Anjir, ternyata si TROS suka nongkrong juga malem-malem di sekolah."
"Bener-bener. Walaupun meresahkan, tapi ada untungnya juga."
"Gilak sih itu penyusup. Ngincar apaan, coba?"
"Mungkin mau ngerampok?"
Nona menghela napasnya mendengar topik pembicaraan yang masih panas semenjak tadi pagi. Seluruh warga sekolah tak elaknya membahas tentang penyusup yang dibeberkan oleh si TROS di akunnya waktu itu. Semenjak postingannya diunggah 1 Desember lalu, grup chat sekolah dihebohkan dengan reaksi-reaksi dari mereka yang selalu bersemangat menanggapi setiap unggahannya. Tak hanya itu, grup chat terkadang menjadi ladang sumber informasi bagi mereka yang selalu tertinggal.
DON'T HIDE FROM ME, BECAUSE I CAN RECOGNIZE U FROM YOUR ROUND EYES!
TERSANGKA: PEREMPUAN BERAMBUT COKELAT - UNKNOWN.
00.00 • 1 Desember 2021 • Twitter for Android
Awalnya mereka tidak mengerti tentang maksud dari unggahannya. Namun, setelah Pak Dani membeberkan perihal penyusup itu saat upacara, sontak keadaan pun jadi tidak kondusif karena dalam seketika mereka mulai memahami maksud dari tweet-an si TROS.
Nataline meluah karena para guru dan murid begitu antusias membicarakan tentang dirinya, walaupun secara tidak langsung.
Seheboh inikah?
Dia tidak mengira hal ini akan terjadi. Tapi mau bagaimana lagi? Beradaptasi dan ikut berbaur dalam keadaan harus dilakoninya.
Dengan beberapa dokumen dan buku yang didekapnya, dia berjalan menyusuri koridor menuju ke kelas 10. Beberapa menit lagi bel masuk setelah istirahat akan berbunyi.
Tepat di depan kelas 11-1, dia berpapasan dengan Radena yang sedang berjalan ke arah kelasnya. Mata mereka saling bertemu. Radena menatapnya dengan begitu tajam. Entah apa yang ada di pikirannya sekarang. Tak ada sapaan di antara keduanya karena tatapan itu hanya berlangsung selama 5 detik.
"Gak sopan." Matanya menyoroti punggung laki-laki itu dengan gemas. "Bikin bete aja." Dia geleng-geleng kepala mendapati sikap Radena yang mengabaikannya.
***
Rata-rata, di jam terakhir pelajaran, gairah dan semangat belajar sudah terkikis oleh rasa kantuk dan suntuk. Terbukti dari beberapa murid yang terlihat menguap beberapa kali dan memerhatikan penuturan dengan tatapan yang sayu.