BILA BAHAGIA ITU DIJUAL

Sefiti
Chapter #42

BERMOTIF?

***

Pandangannya teralihkan pada sebuah mobil Sport Honda berwarna merah yang berhenti di depan pagar rumah. Calvin sama sekali belum lepas memerhatikan mobil itu, hingga seorang laki-laki berkacamata keluar dari dalam sana.

Sakedap nya, A," katanya kepada seorang pria yang terduduk di bangku tunggu. Dia pemilik motor yang sedang di-service oleh Calvin saat itu. ¹Sebentar ya, Mas;

Muhun A, mangga." ²Iya, silakan;

Calvin berjalan menghampiri laki-laki berseragam sekolah yang sedang menuju ke arahnya.

"Permisi."

"Iya. Siapa ya?" tanyanya dengan... jutek. Wajahnya pun sangat menggambarkan kejutekannya itu.

Mendapati sambutan yang dingin, dia menelan salivanya dalam-dalam.

"Maaf ganggu. Saya Radit."

Kedua alisnya terangkat dengan bibir yang menekuk ke bawah. Dia juga menyorotinya dari ujung kaki sampai ujung rambut. Membuat Radit keheranan dan turut memeriksa penampilannya.

Ini orang kenapa, sih?

"Mau apa ke sini?" tanyanya kemudian. Memastikan sesuatu.

"Ada perlu sama ... Nona," balasnya dengan gugup. "Ini, rumahnya 'kan?"

Calvin mengangguk, membetulkan.

"Siapanya? Temennya?" Dia belum berhenti mengintrogasi.

Radit terdiam. Temen?

"Iya. Temen sekelasnya."

"Oh. Nona belum balik, sih. Tapi lo bisa nungguin dia di dalem. Bentar lagi kayaknya balik, dia."

Radit mengangguk berat. Dia pun melangkahkan kakinya, mengekori Calvin yang akan mengantarnya ke dalam rumah.

Kéla nya, A. Aya tamu," ucapnya saat melewati si pelanggan yang sedang menikmati rokoknya. ³Sebentar ya Mas. Ada tamu;

"⁴Muhun A. Kaleum wén. Teu rusuh, da," balasnya dengan ⁵legowo. ⁴Iya. Santai aja. Nggak buru-buru kok; ⁵Senang hati;

Calvin tersenyum tipis. "⁶Dikantun heula atuh, nya?" ⁶Saya tinggal dulu kalau gitu, ya;

Pria itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Mempersilakannya untuk pergi.

"⁶Hayu," ajaknya pada Radit yang sedari tadi menontoni kegiatannya. ⁶Ayo;

Setelah menghela napas, dia pun kembali membuntutinya sampai masuk ke dalam rumah.

Kedua matanya terlihat memerhatikan keadaan rumah yang tampak sederhana dan tak banyak furniture yang tertata. Tapi dia merasa nyaman. Suasananya sangat damai.

"Gue ke belakang dulu. Lo duduk aja di sini," katanya sebelum pergi ke dapur, menyiapkan sedikit suguhan untuk tamu dadakan itu.

"Thanks," balasnya sembari menyamankan posisi duduknya.

Sekarang, dia hanya seorang diri di ruang tamu. Pandangannya diedarkan ke seluruh sudut, seperti sedang mencari sesuatu. Kepalanya menoleh sedikit ke arah dapur, memeriksa keadaan. Dirasa aman, tangannya masuk ke balik almamater untuk merogoh sesuatu di saku dalamnya. Dia mengeluarkan beberapa foto yang sudah dicetak berukuran 2R. Itu foto yang dia dapatkan dari E-mail yang masuk ke komputer papanya waktu itu.

Orang suruhan papa pasti penghuni salah satu rumah di sini.

Satu hari sebelum Radit memutuskan untuk pergi ke rumah Nona....

Plang besar bertuliskan, PUSAT PENGAWASAN CCTV, terpampang di depan gerbang yang dilewati oleh mobil merahnya. Mobil itu melaju masuk menuju parkiran. Suara gesekan ban dengan aspal terdengar jelas, menandakan jika mesin mobil telah dimatikan.

Pintu mobil perlahan terbuka. Satu per satu kaki yang terbalut sepatu sekolah keluar menginjak permukaan parkiran. Itu Radit. Masih dengan seragamnya.

Sebelum melangkah masuk ke gedung, laki-laki berkacamata itu menghela napas.

"Permisi," sapanya pada bagian informasi yang ada di depan pintu masuk.

"Iya? Ada yang bisa dibantu?" Penjaga di sana memerhatikannya dari atas sampai bawah. Merasa asing.

"Maaf, saya butuh bantuan Pak. Adek saya kabur dari rumah sejak seminggu yang lalu. Dan kata temennya, dia terakhir bilang mau pergi ke daerah sini. Jadi, apa saya boleh periksa CCTV di sini? Barangkali saya bisa nemu pentunjuk buat cari adek saya."

Karangannya boleh juga.

"Oh, kitu. Hayu atuh. Saya langsung anterin ke pihak pengawas di dalam," katanya dengan logat Sunda yang khas.

"Terima kasih."

Radit menyeringai. Ternyata sangat mudah. Matanya sesekali mengamati penampakan ruangan gedung yang tengah dilalui. Keadaannya sepi. Mungkin karena ini hanya pusat untuk mengawasi kamera pengawas, jadi tidak banyak pekerja yang dibutuhkan di sini.

Penjaga di depannya terlihat mengetuk pintu ruang pengawasan.

"Masuk!" Sahutan bergema dari dalam ruangan.

Penjaga itu menoleh padanya. "Ayo masuk."

Radit mengangguk sekali.

"⁷Aya naon?" ⁷Ada apa;

"⁸Punteun Pak, ieu aya nu peryogi marios CCTV. Raina kabur ti bumi, teras saurna téh kantos ka daerah dieu. Mamanawian. Suganan aya katingal na kamera budakna." ⁸Permisi, ada yang perlu meriksa CCTV. Adiknya minggat dari rumah, terus katanya sempet ke daerah sini. Kali aja anaknya ketangkap kamera;

Pria yang terduduk di depan beberapa benda persegi itu, mengalihkan pandang pada anak sekolah yang juga menatap padanya.

"⁹Ti kaping sabaraha?" ⁹Dari tanggal berapa;

Radit terdiam. Sejak kapan si blackdragon@gmail.com itu nguntit keluarga Nona ya?

"Opat (4) Desember," balasnya kemudian.

"¹⁰Sakedap." ¹⁰Sebentar;

"Pak, saya mah balik lagi ke depan ya. Nggak ada yang jaga."

"Iya. ¹¹Sok Pak. ¹²Nuhunnya." ¹¹Silakan; ¹²Makasih ya;

"Nuhun Pak." Radit sedikit membungkukkan badan saat pria yang mengantarnya berbalik ke arahnya.

Hening. Hanya ketikan keyboard dan gesekan mouse yang terdengar.

"Silakan. Kamu bisa memeriksanya sendiri. Semuanya lengkap 24 jam per tanggalnya. ¹³Mugia kapendak nya." ¹³Semoga ketemu ya;

"¹⁴Muhun. Nuhun." ¹⁴Iya. Makasih;

Pria itu mengangguk. "Saya tinggal sebentar. Mau makan dulu sekalian salat asar. ¹⁵Sok nya. Kaleum wé," pamitnya dengan tangan yang menepuk punggungnya. Dia pria yang sangat ramah. ¹⁵Silakan ya. Santai aja;

Radit merogoh isi dompetnya. Membuat orangtua di dekatnya keheranan. "Ini Pak. Tanda terima kasih dari saya," katanya dengan menyodorkan beberapa lembar uang seratus ribuan.

Bukannya menerima, dia malah tertawa. "¹⁶Teu kedah. Da saya mah sudah digaji. Simpan saja." ¹⁶Tidak perlu;

Lihat selengkapnya