BILA BAHAGIA ITU DIJUAL

Sefiti
Chapter #59

UJUNG TANDUK?

***

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 3 Januari 2022 - 01.00 PM

"Siang ini, sidang putusan kasus 2 Oktober 2021 lalu yang menewaskan Kepala Bagian Data dan Informasi di OPKN, Alex Antonio akan dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada pukul 13.00 WIB...."

"Pemilik SMA Berlian sekaligus CEO di Rajendra Property Company, dengan inisial SR ditahan karena kasusnya...."

"Aiptu Bima Adelard berhasil meringkus pelaku produksi dan penjualan senjata api ilegal, berinisial RP dengan para anak buahnya di Pangalengan...."

"Sanksi dan denda diberikan kepada pemilik serta pengurus SMA Berlian. SR juga dituntut untuk membayar ganti rugi atas pendanaan yang dilakukan melebihi batas sewajarnya. Sekolah yang berlokasi di Bandung itu, merupakan sekolah favorit nomor 1. Namun sayang, karena sekolah tersebut telah melanggar peraturan, akhirnya statusnya sebagai sekolah favorit pun dicabut. Selain itu, akreditasinya diturunkan. Sampai sekarang, SMA Berlian belum kembali beraktivitas karena diisukan akan ditutup secara permanen...."

"Kepala Pengelolaan Pendidikan Bandung, DA, divonis 16 tahun penjara beserta denda sebesar...."

"Dua anggota OPKN, AL dan BP, ditangkap karena terlibat kasus 2 Oktober dan juga penggelapan bukti kasus korupsi Wali Kota Banten. Selain itu, AL juga terlibat bersama AH di dalam kegiatan pertambangan ilegal yang dilakukan di Kalimantan Timur...."

"Pengusaha batu bara asal Bandung, RS , ditangkap di kediamannya pada...."

"Kombes. Pol. AS ditangkap karena telah melakukan tindakan korupsi dan penghilangan bukti terkait kasus tabrak lari di daerah...."

"Wakil Ketua 1 Elemen IV PRNI, JA, ditangkap karena menjadi tersangka dari kasus suap peristiwa tabrak lari yang menewaskan...."

"YA, Wakil Ketua 2 Elemen IV PRNI terjerat kasus pertambangan ilegal di Kalimantan Timur...."

"RA, anak pertama dari Ketua Elemen IV, AH, terlibat sindikat Eksploitasi Seksual Komersial Perempuan...."

"Aiptu SS dikenakan sanksi karena melanggar kode etik di dalam...."

"Sipir Lapas Salimbu, Jakarta Pusat, BJ, dan juga seorang dokter, CF, ditangkap pihak kepolisian karena terlibat suap atas kasus pembunuhan berencana David Dirgantara. Di mana BJ, mencampur racun tetrodotoxin—racun yang terkandung di dalam ikan buntal, dan dapat menyerang sistem saraf juga sangat mematikan, bahkan lebih mematikan dibandingkan dengan sianida—ke dalam makanan David Dirgantara pada jam makan malam, atas perintah AH. Selain itu, BJ menyuap CF untuk memanipulasi hasil laporan pemeriksaan...."

"Selain itu, beberapa tahanan di Lapas Salimbu dijadikan saksi terkait meninggalnya David Dirgantara...."

"Mantan Wali Kota Banten, GG yang kini sedang menjalani masa hukuman atas kasus pembangunan ilegal, menjadi saksi kasus 2 Oktober dan...."

"Bripka Yoga Januar turut andil sebagai saksi kasus tabrak lari yang dilakukan anggota PRNI, JA...."

"Gubernur Kalimantan Timur, AG, ditangkap karena terlibat dalam kegiatan pertambangan ilegal bersama pengusaha batu bara RS serta...."

Semua saluran televisi dan radio di Indonesia masih menyajikan topik yang belum mereda. Semenjak kasus-kasus yang saling berkesinambungan itu meluncur ke publik, berbagai media massa memanfaatkannya sebagai bahan berita yang begitu mahal dan dijadikan pemancing untuk menaikkan rating.

Dan hari ini, Senin, 3 Januari 2022, sidang putusan Adiguna Hartigan dengan serentetan orang-orang yang terikat benang merah dengannya perihal kasus 2 Oktober, disiarkan secara langsung hampir di semua saluran televisi.

"Kita beralih ke berita selanjutnya Pemirsa. Mantan Ketua Elemen IV, AH, menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari ini," ucap seorang penyiar wanita dari salah satu saluran televisi yang kini sosoknya terpampang di layar kaca.

"Sidang yang dipimpin oleh Hakim Danurdara, akan disiarkan juga secara langsung di kanal Youtube PN Jakarta Pusat."

"Sebelumnya AH telah melakukan sidang di Pengadilan Negeri Bandung Barat terkait kasus suap dengan pemilik SMA Berlian, pertambangan ilegal, penculikan, perampasan, juga percobaan pembunuhan, sebelum akhirnya dikirim ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menjalankan sidang kasus 2 Oktober yang menewaskan 2 anggota OPKN yaitu, David Dirgantara dan juga Alex Antonio yang sama-sama tergabung di Bagian Data dan Informasi."

"Untuk mengetahui jalannya persidangan vonis terhadap mantan Ketua Elemen IV, AH, kita akan pantau secara langsung bersama reporter kami, Sindi Nindiya yang sudah siap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat."

Layar televisi yang sebelumnya hanya menampilkan penyiar di studio, sekarang turut menampakkan seorang reporter yang sudah siap memberikan laporan di lapangan.

"Ya, selamat siang Sindi Nindiya. Bagaimana jalannya persidangan? Apakah vonis sudah dibacakan?"

"Selamat siang Tania dan juga Pemirsa. Setelah menjalani rangkaian persidangan terkait kasus 2 Oktober 2021 kemarin, hari ini, para terdakwa akan mendengarkan vonis atau pun putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat."

"Dan kini, di dalam ruang sidang, persidangan sudah dimulai. Di mana sekarang, Hakim ketua sedang menyampaikan isi putusannya."

Banyak kamera menyoroti setiap adegan yang terjadi di dalam ruang sidang. Cahaya kamera yang bersinar terang saat menangkap gambar dari berbagai arah, begitu membabi buta. Tak ingin kehilangan momen fenomenal yang membuat geger negara.

Sidang dibuka untuk umum, tak sedikit pengunjung yang ingin mengikuti persidangan secara langsung.

Nona menunduk ketika salah satu kamera mulai mengarah ke posisi duduk keluarganya. Dia tak nyaman. Disampingnya, Calvin terus menatap punggung para terdakwa yang duduk di tengah persidangan dengan begitu tajam. Rahang pemuda itu mengeras. Kedua tangannya mengepal kuat. Menahan gejolak amarah yang nyaris tak bisa dikendalikan.

Di bagian seberang, Nataline menggenggam punggung tangan Nabila ketika hakim ketua mulai membacakan isi putusan.

Suara helaan napas dari berbagai sumber terdengar tegang. Penasaran dengan vonis yang akan dijatuhkan kepada masing-masing terdakwa.

"Satu, menyatakan terdakwa, Adiguna Hartigan, alias Adiguna, alias Adi, alias Hartigan, alias Har, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, pembunuhan, pencemaran nama baik, perampasan, serta pengancaman."

"Dua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara seumur hidup."

Dua kata terakhir pada kalimat yang disampaikan hakim menciptakan beberapa respons yang berbeda. Keluarga yang dirugikan sangat menerima dengan lapang atas hasil putusan itu. Sedangkan keluarga terdakwa, Sekar dan Radit terbelalak bersamaan dengan mata yang berbinar. Kenyataan yang sukar diterima, tapi harus dijalani. Dan di pandangan masyarakat yang sedari tadi mengikuti sidang, putusan itu sangat tidak sepadan dengan apa yang telah diperbuat.

"HUKUM MATI! JANGAN BERI AMPUN!"

Sorakan-sorakan kian memenuhi ruangan. Membuat situasi menjadi tidak kondusif.

"Kok mereka diem aja sih?"

"Apa mereka nggak mau para pelakunya mati? Keluarga mereka kan udah dibunuh."

Desas-desus mulai menjurus kepada para keluarga korban. Membuat yang dibicarakan merasa tidak enak.

"Semuanya harap diam!" Para petugas di sana kewalahan, tapi tak mungkin menyerah. "Diam atau kalian kami tangkap karena mengacau di ruang sidang." Berhasil. Keadaan hening seketika. Semuanya kembali duduk dan memilih untuk diam.

Setelah senyap, hakim pun melanjutkan tugasnya lagi. Tatapannya mengandung kemarahan pada orang-orang yang berisik tadi. Hembusan pelan namun kasar ia keluarkan sebelum membuka mulut.

"Sidang dinyatakan ditutup."

Suara palu yang diketuk sebanyak 3 kali, menjadi pertanda akhir dari proses persidangan.

"Majelis Hakim akan meninggalkan ruang sidang. Hadirin dimohon untuk berdiri." Panitra pengganti memberi intruksi kepada semua yang hadir di ruang sidang untuk mengikuti arahan, termasuk para terdakwa dan penasihat hukum.

Setelah semua berdiri, Majelis Hakim beranjak, lalu berjalan ke arah pintu khusus untuk meninggalkan ruang sidang.

Tak lama, petugas menghampiri ketiga terpidana dan juga satu saksi untuk mengawal mereka kembali ke lapas.

Sorakan kembali mengantarkan orang-orang berbaju tahanan itu berjalan keluar ruangan. Berjalan dengan lengan yang terkunci borgol.

Adiguna berhenti sesaat, menatap sang istri dan anaknya yang tidak memberi kerelaan dari sorot matanya. Pria itu berdehem, sampai akhirnya kembali melangkah ditemani tenggorokannya yang terasa sakit.

"Berdasarkan hasil putusan sidang, Majelis hakim memberi vonis kepada AH dengan pidana penjara seumur hidup dan denda sebesar...."

Camera flash berkedip begitu riuh dari kamera para reporter yang kebagian menunggu di luar ruangan sidang. Mereka menyambut kehadiran para terpidana dengan berbagai lontaran pertanyaan yang sia-sia, sebab hanya bisu yang didapatkan.

Tak hanya para terpidana, akan tetapi, para reporter pun menargetkan keluarga korban untuk diwawancarai. Namun, sama halnya, mereka tak mendapatkan apa pun karena Maya meminta anak-anaknya untuk tidak memberi tanggapan dan segera meninggalkan pengadilan. Banyak hal lebih penting yang harus diurus. Lagi pula, nama suami beserta keluarga sudah membaik di mata publik. Itu sudah cukup.

Nona mendekap erat lengan Calvin yang dia jadikan tameng dari serangan reporter yang masih memburu. Akan tetapi, di dalam lubuk hatinya ia sangat bahagia hari ini. Harapan dan usahanya bisa terealisasikan. Kini, keluarganya telah berhasil keluar dari lingkaran kebohongan yang semula mengurung mereka dalam keterpurukan. Matanya melirik Nataline yang berjalan di sampingnya bersama Nabila. Senyuman tipis muncul saat menatap wajah perempuan yang tak pernah dia kira berada di satu lingkaran yang sama dengannya.

Benar kata papa. Kebenaran akan tetap berada pada posisi tertinggi. Kedudukannya pun tidak akan pernah bisa dijatuhkan oleh kedustaan. Jika kita percaya dengan kuasa-Nya, Tuhan akan memberi sepercik kekuatan-Nya. Kekuatan yang tidak bisa terhitung lagi takarannya, dan tidak disangka dari mana datangnya.

***

"Nak Nata, terima kasih atas segala bantuannya." Maya mengutarakannya dalam pelukan.

Nataline tersenyum di balik pelukan itu. "Sudah menjadi kewajiban saya juga. Tidak perlu berterima kasih."

"Nabila, mau main ke rumah nggak?" tawar Nona padanya.

Nabila menoleh pada Nataline sebelum menjawab, "Sorry ya Na, gue belum bisa. Soalnya si Kakak promosi jabatan nanti sore. Dan gue mau lihat dia dilantik."

Lihat selengkapnya