BINAR ANGAN

Claudia Lazuardy
Chapter #8

MENGHINDAR

Hari ini, ada dua anggota baru yang akan mengarungi biduk kesibukan kantor. Ada Dipta seorang teman Bano yang sempat disinggung Bu Halima beberapa waktu lalu. Seorang lagi, bernama Sasi. Seorang wanita sekaligus ibu satu anak yang akan menggantikan pekerjaan Mbak Sekar selama cuti. Harapanku mendapatkan rekan kerja wanita yang lebih muda pupus begitu saja. Agaknya, aku memang tertakdirkan selalu menjadi bulan-bulanan karena tetap menjadi staf yang paling muda.

Suasana kantor pada hari Senin pertama bulan Desember cukup membuatku bisa leluasa bernapas. Saking senggangnya, Mbak Sekar pun sudah menyiapkan amunisi berupa camilan manis untuk menemaninya menyelesaikan serial drama Korea. Kegiatan ini mungkin tidak bisa serta merta disebut gaji buta. Lantaran Mbak Sekar juga sembari mencetak semua salinan akta sesuai jadwal. Jadi, bisa dibilang sambil menyelam minum air. Walaupun, aku tidak membenarkan kegiatan itu, juga tidak menyalahkannya. Karena aku sendiri juga masih sering menonton film di kantor kalau sedang mendapat giliran masuk hari Sabtu.

Mbak Alin dan Mbak Hana tampak sedang sibuk mengulas prosesi lamaran influencer ternama, si Sekar Handari. Dia baru saja melangsungkan acara lamaran di kediaman orang tuanya di Malang. Pengikutnya yang sudah menyentuh sembilan ratus ribu itu membuat dirinya menjadi salah satu poros perbincangan khalayak ramai. Dari kesehariannya di status atau unggahan media sosial, gaya berpakaian, kudapan favorit, hingga vitamin yang diminum beserta merek-merek perawatan kulit. Terkadang, sempat terlintas di dalam benak untuk mempromosikan dessert box buatanku dengan memakai jasanya. Namun, aku senagaja mengurungkan niatku itu. Lantaran tak sanggup membayangkan biaya yang harus kukeluarkan demi memakai jasanya.

Tepat pukul sepuluh pagi, Bano baru saja menampakkan batang hidungnya. Dia menenteng dua kotak pizza di tangan kanan.

“Hmmm ... Pak Bos jam segini baru datang,” celetukku seraya melempar senyuman mencemooh.

“Aku bawa pizza!” seruannya yang menggelegar dengan cepat menyusup ke seluruh penjuru ruangan. “Halo ... Mbak-Mbak, Deo, Dipta! Aku bawa pizza!”

“Pak Bos sungguh baik hatinya. Traktiran hampir setiap hari tiada henti,” sahutku sebelum meneguk air putih di dalam botol.

“Aku sudah baik hati sejak dari janin,” tandas Bano seraya membuka salah satu kotak pizza.

Secepat kawanan semut menghampiri gula-gula, rekan-rekan kantor berkerumun mengelilingi dua kotak pizza yang menganga di meja ruang tunggu. Ada yang sempat mengambil piring di pantri untuk mengamankan bagian, ada yang mengambil tisu untuk mengamankan potongan pizza dari kuman-kuman yang tidak diinginkan, ada pula yang berdiri mematung seraya menunggu giliran. Aku termasuk yang berdiri menunggu giliran.

Siang ini terlewati dengan perut yang kenyang. Potongan pizza itu memang lebih cepat membuat perut penuh, tapi juga lebih cepat membuat perut kembali meronta. Kami cukup lama saling beradu tawa seraya bergosip tentang berkas dan deretan klien yang menyebalkan. Kami juga memercayai tentang adanya mitos kalau klien yang ribet dan banyak maunya akan memengaruhi jalannya berkas. Kami bahkan sudah bisa memastikan alasan berkas mandek dan berkendala lantaran si empunya berkas alias klien adalah orang yang juga berkendala alias bermasalah. Salah satu klien itu adalah Pak Odi. Hampir sebagian besar berkasnya tidak ada yang lancar. Ada saja kendala yang menghambat. Bahkan, sertifikat punya orang sepuh itu pernah terselip di kantor BPN, yang menjadikan proses balik nama sertifikat tak kunjung rampung.

Hari kerja pertama di bulan Desember selalu berlangsung seperti ini. Seolah sudah dijadikan sebagai tradisi. Mengingat setelah minggu pertama ini, akan ada air laut pasang berwujud berkas yang membanjiri meja-meja kami. Kalau melihat kebersamaan yang menyenangkan ini, aku jadi tak sampai hati kalau suatu hari harus benar-benar mengundurkan diri.

***

Deo sedang duduk di sebelahku seraya menyantap dengan lahap semangkuk bakso komplit. Hanya ada aku dan dia di lantai satu. Bano dan Mbak Sekar sedang menonton film di lantai dua dengan rekan yang lain. Mereka juga sedang menyantap bakso. Sedangkan, aku merasa terjebak dengan seorang pria yang berusaha kuhindari akhir-akhir ini. 

Hujan lebat yang mengguyur sejak pukul dua belas siang tadi tak kunjung reda hingga jarum jam merangkak ke angka tiga sore. Hal ini yang membuat kami menelepon tukang bakso langganan untuk datang ke kantor.

“Gre, kamu ada acara hari Sabtu ini?”

Lihat selengkapnya