“Mama mau jual sepeda motor,” ucapan Mama bersamaan dengan langit kelabu yang semakin menggelap. Sungguh pagi yang sendu.
Kedua alisku terangkat. “Ini rencana Mama atau Papa?”
“Papa,” sahut Papa dengan wajahnya yang semringah tanpa dosa.
Sudah kuduga. Papa sempat menepuk dadanya dengan bangga lantaran sudah ikut andil menyumbang solusi untuk menyelesaikan masalah uang POS yang terpakai.
“Motor yang mana?” tanyaku.
“Motor yang biasa Mama pakai,” jawab Mama.
“Papa sudah beri saran dari jauh-jauh hari. Jual motor saja, salah satu. Seperti tidak punya harta benda yang bisa dijual saja. Kalau motor dijual dari kemarin-kemarin, masalah ini pasti sudah beres. Jangan seperti orang susah begitu. Kita bukan orang miskin,” tandas Papa masih dengan nada suara dan raut wajah yang sangat bangga.
Pantas saja, jatah warisan empat petak sawah dan satu hektar lahan ternak dari Mbah Kung bisa cepat ludes dalam waktu cepat. Pemikiran Papa sempit sekali. Solusi yang ada di dalam pikiran Papa hanya dua kala itu. Kalau tidak menjual lahan, berarti sertifikatnya buat jaminan di bank. Mau dapat warisan sebanyak harta kekayaan Jeff Besoz pun akan tetap habis tidak tersisa. Apalagi hanya sebuah barang seperti kamera atau motor. Papa memang selalu menyelesaikan masalah dengan masalah.
“Menjual barang tidak akan menyelesaikan masalah,” timpalku.
“Terus kamu mau sumbang solusi apa? Gaji sama hasil jualanmu juga tidak nutut kalau buat nutup ini,” sergah Papa.