Binar dan Jawaban-Jawaban yang Ia Temukan

Agita Anggita
Chapter #1

Orang-Orang Kaya Di Sekitar Binar

Binar ingat betul ketika masih jadi seorang siswi taman kanak-kanak, cuma dirinya yang tidak memiliki tas ransel dengan dua roda di bawahnya. Semua teman-temannya membawa buku pelajaran, krayon, dan bekal makan dalam tas beroda. Semua. Kadang, mereka menggendongnya dengan bangga, atau menggeretnya dengan riang. Memaksimalkan fungsi kedua roda tas tersebut agar bahu-bahu mereka tidak pegal seperti bahu Binar. Sebenarnya Binar ingin sekali punya tas ransel model begitu. Tapi tiap kali Binar minta dibelikan oleh bapak, ia justru dinasihati agar lebih rajin menabung.

“Uangnya disisain, nanti kalau sudah kumpul banyak, kita beli tasnya.” Ujar bapak. Binar mangut-mangut sambil memerhatikan bapak memperbaiki kipas angin satu-satunya yang mereka miliki.

“Uangnya Binar sedikit, Pak.” Kata Binar menjelaskan.

“Sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit!” Tutup bapak.

Sayangnya, sekeras apapun Binar berusaha mengumpulkan uang jajannya yang tak seberapa, ia tetap tidak bisa membeli tas beroda. Bahkan sampai ia menamatkan taman kanak-kanak.

Belasan tahun kemudian, tas beroda sudah tidak trendi lagi. Sudah banyak bentuk tas lain yang lebih kekinian. Tapi mimpi Binar memiliki tas beroda tidak pernah benar-benar menguap. Meskipun usianya sudah bertambah banyak, Binar tetap merasa girang tiap kali melihat ada satu-dua anak berseragam sekolah menarik gagang tas beroda. Kadang, kalau ia melewati toko perlengkapan sekolah yang masih menjual tas beroda, Binar akan menghentikan pandangannya sejenak. Berdiri di titik paling nyaman untuk memandanginya sedikit lebih lama—lima detik cukup. Lalu mengembuskan napas keras, sebab Binar tahu, kalaupun ia membelinya, tidak ada lagi kesempatan untuknya menggunakan si tas beroda. Ia sudah terlalu tua untuk menggeret tas beroda di jalanan—kecuali tas beroda yang dimaksud adalah koper, tentu beda ceritanya. Impian Binar soal tas beroda terkubur jauh dalam benak Binar. Duduk termenung di dalam bilik mimpi masa kecilnya yang selalu penuh sesak.

*

“Binar mau yang ini, Pak!”

“Uangnya nggak cukup. Pilih model lainnya!” Kata bapak pada Binar kecil.

“Tapi Binar suka!” Binar bersikukuh, memilih sebuah kotak pensil.

“Mm…ya bolehlah.”

Ketika menapaki perjalanan sebagai anak sekolah dasar, uang yang susah payah Binar kumpulkan akhirnya dibelikan sebuah kotak pensil bertingkat—sedang hits kala itu. Modelnya lucu sekali. Warnanya merah muda dengan pola bunga-bunga berwarna-warni. Kali ini Binar gembira bisa memiliki barang serupa dengan teman-teman di kelas. Meskipun bapak kemudian memangkas setengah uang jajannya selama seminggu penuh untuk menutupi kekurangan uang tabungannya.

“Kalau aku, yang paling bawah buat penghapus dan rautan. Bagian atas ditaruh pensil…” kata Binar dengan mata berbinar.

Lihat selengkapnya