Binar Kasih di Tengah Teror Gaib

Meliawardha
Chapter #10

Bab 10

Malam harinya, seusai mengikuti kajian yang biasanya diisi Bu Ustadzah, aku tidak langsung kembali ke kamar asrama, memilih berdiri menunggu kajian Ning Saida di luar ruangan kelas lainnya. Satu persatu santriwati yang keluar ruangan setelah kajian ditutup menatap keheranan, tetapi hanya senyuman dan anggukan hormat sebagai tanggapan dariku.


Tak berapa lama seseorang yang ditunggugtunggu keluar juga dari ruangan, "Mei, sudah lama menunggu? Ada apa?"


"Bisa bicara sebentar, Ning? Ini sangat penting."


Akhirnya Ning Saida kembali masuk ruangan, kemudian mengajakku mengikutinya. Kami duduk lesehan di karpet hijau muda yang tergelar lebar memenuhi seisi ruangan.


Aku berdebar saat mulai menunjukkan video rekaman lelaki asing yang masuk area halaman asrama putri. Dilanjutkan dengan video rekaman saat lelaki asing yang sama menuju halaman rumah Raufah dan Aliyah dan melakukan tindakan yang sama persis. Kemudian saat menggali halaman rumah keduanya aku juga merekam prosesnya, sampai kami menemukan benda-benda yang tidak masuk akal tersebut.


"Astagfirullah!" Ning Saida tampaknya juga terkejut dengan semua fakta ini. Setelah berhasil menguasai diri, dia mengatakan akan merundingkan perihal semuanya pada Pak kyai dan Bu Nyai. Aku pun mengangguk setuju. 


*** 


Malam berikutnya sosok lelaki misterius tersebut berhasil ditangkap oleh Gus Yassar, suami Ning Saida, dibantu beberapa mas-mas dari pesantren putra. Dia lantas digelandang ke kantor desa keesokan paginya untuk diintrogasi dan diminta mempertanggungjawabkan tindakannya. 


Namun ternyata di kantor desa, di depan para warga dan ketiga korbannya, dia membeberkan sebuah fakta yang mengejutkan. Bahwa selama ini hanya disuruh seseorang. 


Dia mengatakan bahwa yang membayarnya melakukan tindakan adalah Soraya, sekretaris desa muda yang selama ini diam-diam mencintai Pak Kades. Rasa cemburu yang memuncak karena melihat perhatian Pak Kades pada beberapa perempuan membuatnya melakukan tindakan yang tidak terpuji. Seketika perempuan yang bernama Soraya itu membulatkan mata saat namanya disebut. Semua mata tertuju padanya, membuatnya dipandang bersalah atas semua kejadian ini.


Pak Kades mendekatinya dengan tatapan terluka. Aku tak mengerti dan tak mau tahu apakah dia benar-benar kecewa, atau sekadar memang orang yang pandai bermain drama. "Kenapa kamu tega melakukan semuanya, Soraya? Padahal selama ini aku menganggapmu seperti adikku sendiri."


Wanita yang usianya kutaksir hanya sedikit lebih muda dari Pak Kades tersebut, hanya menunduk, menghindari tatapan lelaki di hadapannya. "Karena aku nggak mau dianggap adik, Cak...." Suara berbalut isakan terdengar darinya. 


"Hentikan drama ini! Aku cuma ingin penjelasan! Setelah itu aku akan segera kembali ke pesantren!" teriakku memecah kesunyian, karena perhatian semua orang tertuju pada keduanya. "Kenapa harus aku? Padahal aku nggak pernah mencintai Pak Kades. Apa untungnya menganggu hidupku!"


"Karena Pak Kades terlihat sangat mencintaimu. Dia sering mengejarmu walau pun selalu diabaikan."


"Bodoh! Kalau seorang laki-laki tertarik padaku, apakah itu lantas menjadi kesalahanku?"


Lihat selengkapnya