Binar Kasih di Tengah Teror Gaib

Meliawardha
Chapter #13

Bab 13

Bu Nyai dan Pak Kyai tidak pernah terlihat memperlakukan spesial salah satu santriwati, bahkan belakangan kuamati saudara dekat mereka yang bersilaturahmi juga tidak ada yang memiliki anak perempuan seusia Gus Azka.


"Entahlah.... Ning dari Kyai mana yang beruntung mendapatkan dirinya." Mahasiswi yang biasanya selalu tampak ceria itu, kini tatapan matanya terlihat redup dan menerawang jauh keluar jendela. "Seandainya aku terlahir sebagai 'Ning'..."


Bukan rahasia umum di kalangan masyarakat sekitar pesantren, bahwa putra kyai juga akan dijodohkan dengan putri kyai. Seakan-akan menjadi sebuah peraturan tidak tertulis. Walaupun di zaman yang semakin modern, hal demikian terkadang tidak berlaku lagi. Namun bila Gus Azka mengatakan dijodohkan, maka sudah pasti kami akan mengambil kesimpulan bahwa calon istrinya merupakan putri kyai.


Seketika mahasiswi yang duduk di sampingnya menabok, "Hus, nggak boleh gitu! Dosa tahu! Namanya nggak bersyukur sama apa yang sudah Allah gariskan!"


Aku pun merasa ikut tercubit, Bagaimana tidak, kemarin aku sempat menyesalkan tindakan Ayah yang keluar dari rumahnya di lingkungan pesantren. Seolah menyalahkan pilihan hidupnya di masa lalu yang sama sekali tidak bisa diubah sedikitpun.


Astagfirullah... Ampuni dosaku, Ya Allah.


***


Aku berusaha keras untuk memusatkan perhatian hanya pada kegiatan perkuliahan. Berharap supaya dengan berupaya fokus pada studi dan pengembangan diri, aku mampu mengusir bayangan dari rasa sakit yang masih membuntuti selepas pengakuan mengejutkan dari Gus Azka.


Setiap harinya, aku menyibukkan diri dengan tugas-tugas kuliah, aneka kursus online, dan mengaplikasikan ide-ide proyek bisnis kecil-kecilan yang menantang. Aku bertekad untuk menjadi yang terbaik dalam bidangku dan tidak membiarkan kekecewaan tentang cinta menghalangi masa depan. Terlebih, aku ingin menunjukkan pada ibu bahwa mahasiswa yang kuliah di universitas swasta juga bisa berprestasi membanggakan.


Selain fokus pada studi, aku juga ingin memperdalam pemahaman tentang ilmu agama. Aku menghabiskan waktu luang untuk membaca kitab-kitab agama di perpustakaan pesantren dan lebih serius lagi dalam mengikuti kajian-kajian di malam hari. Semakin aku mendalami agama, semakin hati ini merasakan kedamaian yang tidak dapat dijelaskan.


Meskipun sesekali ingatan tentang pernyataan Gus Azka masih membayang-bayang, aku tidak membiarkan hal itu berlama-lama mengganggu fokus. Dengan padatnya aktivitasku, berharap agar hal ini mampu mempersempit ruang pikiran untuk tidak memikirkan hal-hal yang tak semestinya.


Tak jarang, aku juga mengunjungi rumah Ilmiyah. Sering menghabiskan waktu bersamanya di halaman rumahnya. Semua upaya ini bertujuan untuk memberikan ketenangan dan kebahagiaan bagi hati. Sekaligus memberiku kesempatan untuk menikmati keindahan alam dan melupakan sejenak segala duka nestapa.


***


"Wah, kemangi yang kau tanam subur sekali Il." Aku langsung bahagia melihat tanaman dengan nama ilmiah 'Ocimum basilicum'.


"Iya, alhamdulillah, Mei. Apakah kamu suka lalapan kemangi?" tanya Ilmiyah dengan mata yang berbinar.


"Wah, suka banget!" Suaraku sampai terdengar terlalu bersemangat di telinga sendiri. "Dulu bahkan zaman aku masih kecil dan Ayah masih karyawan kantor biasa, kalau Ayah bawa pulang nasi kotak dari rapat di kantor, aku dan ibu berebut kemangi. Walau pun pada akhirnya ibu lebih memilih mengalah."

Lihat selengkapnya