Nisma tak henti-hentinya menggoda saat aku sedang membuka bungkusan itu di kamar. Sebenarnya berat hati jika harus merusak bentuk bungkusannya yang indah sekali, tetapi aku juga sangat penasaran dengan isinya. Ternyata, bungkusan itu berisi sebuah mukena cantik serta pesan-pesan agar aku tidak lupa untuk menjalankan kewajiban di sela-sela kesibukan.
"Mukenanya cantik, bahannya juga lembut. Kira-kira dari siapa ya?" tanyaku, sambil mengelus kain mukena berwarna putih tersebut. Bordiran cantik menghiasi bagian tepiannya.
"Dari Gus Azka mungkin." Nisma tiba-tiba mengucapkan sesuatu yang membuat napasku berhenti sejenak, kemudian berusaha menenangkan diri.
"Hus! Jangan ngaco, Gus Azka kan sudah punya calon istri."
"Ya, siapa tahu, sebagai tanda persahabatan aja." Nisma mengangkat bahu dengan cuek. Tanpa tahu bahwa hati sahabatnya tiba-tiba bergemuruh.
Aku memilih tidak menanggapi. Kusimpan kembali mukena itu sebagai kenang-kenangan, sampai suatu saat aku menemukan jawaban siapa yang memberikannya.
***
Aku merasa terkejut ketika ponsel tiba-tiba berdering, menampilkan nomor telepon ibu di layar. Dengan cepat, aku menjawab panggilan tersebut.
"Assalamualaikum, Bu?" sapaku dengan penuh antusias.
"Waalaikumsalam, Meidina Azzahra! Maaf jika mengganggu waktu tidur siangmu," balas ibu terdengar menyesal, sebelum kemudian berkata dengan suara penuh kegembiraan. Suara Ayah juga terdengar di belakangnya. "Ibu dan Ayah kamu ingin mengucapkan selamat. Usahamu dalam jual beli buah dan sayur organik berhasil viral di mana-mana. Kami begitu bangga padamu, Mei!"
Aku merasa terharu mendengar kabar tersebut. Usahaku bersama Ilmiyah dan Nisma kini telah mendapat pengakuan yang lebih luas. Namun, kemarin seakan tidak ada apa-apa jika belum mendapatkan pengakuan dari kedua orang tua. Sekarang semuanya terasa lengkap.
Alhamdulillah ...
"Terima kasih, Bu. Terima kasih, Yah," ucapnya dengan suara penuh rasa syukur. "Semua ini tidak akan terwujud tanpa dukungan kalian berdua. Aku benar-benar bersyukur memiliki orang tua seperti kalian berdua."
Perasaan bahagia dan bangga pun mengalir dalam hatiku, saat kembali merenungkan perjalanan usaha kecil yang melaju dengan sukses. Aku merasa bersyukur atas semua dukungan yang telah kami terima, terlebih lagi dari kedua orang tua kami masing-masing. Nisma bilang ibunya sampai terisak-isak, saking bahagianya. Kemarin aku dan Nisma juga diundang makan siang oleh keluarga Ilmiyah, mereka juga mengatakan bangga atas pencapaian kami.
***
Empat tahun kemudian ...
Setelah melewati proses perjuangan panjang di bangku kuliah, akhirnya tiba saatnya untuk melangkah ke panggung wisuda. Aku merasakan campuran antara gugup dan bahagia saat mengenakan jubah wisuda.
Kedua orang tuaku tampak begitu bangga. Wajah mereka berseri-seri, penuh kebahagiaan, menyaksikan putri semata wayangnya telah berhasil mencapai tonggak penting dalam hidupnya. Keduanya setia menemani setiap proses wisuda dengan sangat antusias, memberikan dukungan dan doa yang tak terhingga.