962. Jangan memberikan penilaian pada kekuatan di luar kemampuan anak, misalnya: “Masa begitu aja kalah, lawan dong! Jangan takut dan jangan cengeng, kamu harus berani!”Pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan membuat si anak menjadi lebih kurang bercaya diri dan memiliki peluang besar untuk selalu di-bully. Rumusnya: satu dukungan yang penuh empati berarti satu kekuatan tumbuh.
Sedangkan satu bentuk penyangkalan pada kekuatan anak membuat satu kekuatan akan hilang … terus seperti itu. Seberapa banyak kita mendukung anak, sebanyak itulah kepercayaan diri tumbuh dan sebaliknya jika kita tidak mendukungnya seluruh kekuatan akan menghilang dengan sendirinya.
974 Disiplin PositifSalam Sehati, Bapak Ibu.
Dalam pengasuhan, kita mengenal istilah positive discipline atau disiplin positif. Secara sederhana, ciri-cirinya adalah:- Disiplin ditujukan untuk mengatur perilaku agar anak mengerti mana yang salah dan yang benar- Anak menjadi subjek. Mereka tahu bahwa disiplin didesain untuk kepentingan mereka- Disiplin positif membangun sikap percaya diri, bukan untuk menyakiti anak dengan alasan apa pun- Disiplin bukan alat pangkas kepentingan anak atau senjata untuk melindungi kepentingan orang tuaBagaimana menerapkannya?
98- Awali dengan membuat kesepakatan dengan anak tentang aturan yang hendak diterapkan- Sampaikan pendapat orang tua, simak dan apresiasi pendapat anak- Perjelas mana aturan yang tidak dapat diganggu gugat, jelaskan mengapa- Pilih intonasi, bahasa tubuh, dan waktu yang pas- Pilih kalimat positif- Berikan waktu pribadi untuk masing-masing anak- Jika anak memperlihatkan komitmen, berikan apresiasi- Jika terjadi pelanggaran, cari solusi bersama, bukan selalu hukuman. Ajak dia untuk mencoba lagi dan lagi.
- Tegas, dan di saat yang sama tetap ramah- Jadilah teladan. Jadilah orang pertama yang komitmen pada hal yang telah disepakati — ini tantangan bagi kebanyakan orang tua, hehe
99- Sabar, perlu waktu – ini jauh lebih menantang, ehm!Bagaimana menjaganya?Rapat keluarga dan membahas aturan bisa sangat menyenangkan. Bagian yang tricky adalah menjaga konsistensi saat menerapkannya. Terkait penerapan aturan, sejujurnya, remaja masih tergantung pada orang tua. Perilaku orang tua akan menjadi cermin dan rujukan mereka dalam bersikap.
Ketika orang tua melanggar aturan lalu lintas, misalnya, remaja akan melihatnya sebagai referensi. Awalnya mereka ragu, apakah ini benar atau salah.
Jika sesuatu yang salah menjadi kebiasaan, bukan mustahil jadi kebenaran bagi mereka. Saat pengetahuan mereka kian berkembang, dan menemukan bahwa ternyata orang tua melakukan pelanggaran, lunturlah kepercayaan.