Binder Biru

Erica Agustina
Chapter #1

1. Start

Masa SMA merupakan lembaran buku diarynya yang baru bagi Rene. Ia merupakan siswa pindahan di London International High School. Fancy ... Itulah kesan pertama yang ditangkap Rene setelah menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di sekolah tersebut. Gedung yang memiliki desain klasik khas Negara Inggris membuat bulu kuduknya merinding. Bagaimana bisa, Bibi Maya menyekolahkanku di sini? Biayanya amat besar. Bagaimana aku membalas budi baik Bibi Maya?, pikirnya.

"Re, are you okay?" sentuhan Maya dipundak ponakannya sukses membuyarkan lamunan Rene.

"Sure! Aku baik-baik saja, Bi." jelasnya

"Everything's okay, Re. Ini adalah kehidupanmu yang baru. Forget your story in the past. Move on, nikmati hidupmu, girl." ucap Maya sembari menatap lekat kedua iris coklat Rene. Maya betul-betul serius mengatakan itu. Kemudian hangat pelukan Maya sebagai tanda perpisahan sementara. Sebab Mr. Rayan, wali kelas Rene telah menghampiri mereka di ruangannya.

"Hay, May, apa kabar? Ini ponakanmu yang kamu ceritain tempo hari?" jabat tangan Rayan dan Maya terlepas dan arah pandang Rayan beralih pada Rene.

"Heem ... Aku titip Rene ya, Yan. Kamu tau paham 'kan maksudku?"

"Sure! Jangan khawatir, May. Dia aman." katanya meyingkirkan kekhawatiran Maya.

Maya amat sayang pada Rene. Putri kakaknya yang hidup sebatang kara setelah ditinggal bundanya pergi sepuluh tahun lalu, disusul sang ayah yang juga pergi satu tahun yang lalu untuk selamanya. Rene yatim piatu. Sudah kewajibannya membiayai pendidikan Rene hingga tamat. Ia selalu memprioritaskan kebutuhan Rene. Bukan hanya pendidikan tapi juga mental sang keponakan.

Setelah melambaikan tangan, Rene dipandu menuju kelasnya oleh Rayan. Ini hari pertamanya sekolah, lebih tepatnya hari pertamanya di sekolah umum, setelah setahun lamaya ia menikmati home schooling.

Riuh ramai siswa siswi di sekolahnya sedikit membuat Rene gugup. Tangan juga keningnya penuh peluh. Betapa jantungnya berdebar saat tiba di ruang kelasnya. Peluh makin mengucur. Dada seakan tercekik, sesak. Untuk pertama kalinya, ia merasakan kembali bersosialisasi setelah begitu lama ia mengisolasi diri jauh dari publik.

Kelasnya tak begitu penuh, dua puluh lima siswa perkelasnya. Huft ... Rene, you can do it, ujarnya dalam batin.

Lihat selengkapnya