Hari ini, hari pertama di sekolah yang baru telah berakhir. Selamanya ia tak akan pernah lupa. Sebab hari itu membawa kesan bagi Rene, kesan yang memalukan. Hampir sepanjang waktu ketika di kelas, kepalanya tak sanggup menoleh, atau bahkan ia tak sanggup mengangkatnya walau hanya sekian senti, kecuali ketika guru menerangkan pembelajaran atau sekedar berbicara dengan Mary, yang kini sudah resmi menjadi temannya.
Rene berdiri di depan gerbang sekolah. Di bawah pancaran sinar sang raja siang yang amat menyengat, ia dengan kokohnya berdiri menunggu bibinya datang menjemput sembari sesekali menyeka air peluhnya di kening. Tak ada peneduh lagi. Pohon-pohon kecil nun tinggi sepanjang terotoar sudah didiami siswa-siswi yang sama dengannya, menunggu jemputan. Menetap telapak kakinya, kaku tak mau melangkah. Di sana terlalu ramai. Nyalinya tak selebar lapangan sekolah untuk mendekat pada mereka, walaupun niatnya sama-sama melindungi diri dari mentari. Mary telah mendahului pergi dan meninggalkannya seorang diri. Ah … it’s really hot during the day, keluh Rene. Terasa olehnya, di bagian punggung peluhnya deras mengucur.
Drrtt …
Pesan dari Maya.
Dear, I am sorry. Bibi masih ada pekerjaan di kantor. Masalah perceraian benar-benar membuatku lelah. So, can you wait for me? Or did you just ask Rayan for a favor?
Oh … Bibi! Mengapa kau makin membuatku sulit?, decaknya dalam hati. Tangannya kemudian sibuk mengetik balasan pesan dari Maya.
No problem, Aunty. Aku akan menunggumu saja. Semanagat ya! (emoticon kiss)
Huft … berulang-ulang Rene menghembuskan napas berat. Kini kakinya membawanya pergi dari tempatnya. Ia memilih kembali ke dalam sekolah, lebih tepatnya ia memilih menunggu bibinya di bawah pohon rindang sebelah timur lapangan sepak bola. Rene membuat dirinya nyaman dengan duduk di atas batu besar. Angin sepoi mendayu merayu tubuhnya yang basah itu. Hoam … Rene terlena. Angin berhasil membuat kantuknya datang. Tapi tiba saja rasa itu hilang, akibat orang yang membuatnya malu hari ini.
“Kau belum pulang?” suara Kylo yang tebal membuatnya hampir terjungkal.
Rene diam. Ia tak mau menjawab pertanyaan laki-laki menyebalkan itu. Kenapa dia lagi? katanya dalam hati.
Kylo turun dari sepedanya. Ia menghampiri Rene dan seenaknya medudukan tubuhnya tepat di samping Rene. Spontan, Rene beranjak. Kakinya hendak melangkah mejauh dari pria itu.
“Rene!” untuk pertama kalinya Kylo bersentuhan fisik dengan Rene.
Gadis itu melebarkan matanya. Tangan Kylo dihempaskan kasar olehnya. “What are you doing? Leave me alone!” Kylo tercengang. Tak ia sangka gapaian tangannya disambut perkataan tegas dan sikap yang dingin. Kylo kembali tersentak ketika melihat Rene meringkuk memegang kedua lututnya di balik semak. Seperti anak kucing yang bersembunyi dari pemangsanya.
“Rene, are you okay?” ia mencoba mendekat pada semak-semak. Namun, langkahnya terhenti. Betapa ia dikagetkan kembali oleh sikap siswa baru itu. Kylo melihat tubuh Rene gemetar. Keningnya pun dipenuhi keringat. Pancaran tubuh Rene terlihat ketakutan.
“Rene.” Kylo memandang Rene penuh tanda tanya.