Jika ditanya, Aster ingat jika ia pernah tak sengaja berkata bahwa ia ingin tinggal sendiri di dunia ini. Berkata bahwa ia tak tahan berada di dalam satu rumah dengan keluarganya yang tak henti mengganggunya dan mengisenginya, hanya karena memang reaksi Aster ketika marah sangatlah lucu. Tak lucu sama sekali bagi Aster, tentunya.
“Yah, mungkin perkataanku tiga tahun lalu terkabul hari ini,” Aster berbisik dengan pahit. Ia kembali menatap pemandangan yang tak berubah sedari tadi, sejauh apapun ia berjalan. Seceroboh apa diriku hingga aku bisa tersesat di tempat yang sudah ada jalannya? Hah… Terkadang aku berpikir betapa konyolnya aku bisa menjadi manusia. Mungkin aku terlalu banyak minum kopi dan begadang, ini semua aneh…
Perut Aster mulai berbunyi, berapa jam aku belum makan? Ia bertanya dalam hati dan memeluk perutnya sendiri yang berbunyi dengan kencang. Perempuan itu bahkan tidak tahu jam berapa saat ini,
“Apa yang harus aku makan di sini?” Aster bertanya, kepada siapa? Tentu kepada dirinya sendiri. Tidak ada yang bisa ia lakukan, tidak ada orang yang bisa ia ajak bicara di tengah-tengah hutan seperti ini. Bahkan tupai liar pun tidak dapat ia temukan di manapun. Sepanjang ia lihat hanya ada pohon-pohon, dan lembah. Di lembah itu pun hanya ada pohon-pohon. Tidak banyak yang bisa dilihat, kebosanan dan ketakutan melingkupi seluruh tubuh Aster. Bagaimana jika aku mati kelaparan? Aku belum siap! Aster menggelengkan kepalanya, berusaha mengeluarkan pikiran-pikiran jelek yang ada di dalam kepalanya. Ini tidak baik, aku harus berbuat sesuatu!
“Apakah ada orang lain di sini?” Gadis itu kembali bertanya, entah kepada siapa. Ia berharap ada seseorang (atau setidaknya sesuatu) menjawab pertanyaannya. Namun nihil, pertanyaannya hanya dijawab dengan angin dingin yang bertiup dengan kencang, menerpa rambutnya yang berwarna seperti permen kapas tersebut. Tubuhnya gemetar, ia hanya memakai jumpsuit yang ditujukan hanya untuk berjalan-jalan santai, bukan untuk tersesat di dalam hutan.
Tiba-tiba daun-daun di atas pohon mulai bergerak, membuat Aster terdiam, ia dapat mendengar jantungnya melompat ke tenggorokannya. Mungkin angin… Aster berkata dalam hati. Ia tak berani menoleh ke belakang, dan mulai berlari ke depan, kemanapun jalan setapak itu membawanya. Namun jalan setapak itu tak pernah membawanya kemanapun.
000
Louis, Lily dan Paul memutuskan untuk mengikuti jalan utama dari Nietzche Path, menatap pemandangan yang begitu indah, menyapa mata mereka dengan hangat. Aneh, perasaan mereka yang sangat dingin dan kelabu disambut dengan sinar mentari yang ramah dan hangat. Kontras, Louis sangat membenci betapa kontrasnya hal ini.
“Apa kita harus mengikuti jalur utamanya?” Louis bertanya, menoleh ke arah ayahnya yang ada di sebelah kanannya.
“Ya, lebih baik seperti itu, jangan terpisah,” Paul menjawab dan memimpin perjalanan mereka, berdoa agar mereka dapat menemukan anak sulung mereka sebelum matahari benar-benar tenggelam di barat.
Tak Louis pungkiri, Nietzche Path memang terlihat sangat indah. Tak heran jika seseorang seperti Aster yang terkenal teledor itu bisa tersasar. Sangat berkebalikan, suasana yang sangat tenang dengan keadaan hati mereka yang sangat tak keruan.