Tak lama kemudian Asta tertidur di sofa. Entah mengapa ia merasa sangat lelah, rasanya ia hanya ingin rebahan, tidak melakukan apa-apa. Sepertinya dari tadi aku hanya berjalan-jalan, kenapa rasanya sangat lelah, ya? Dengan mata yang masih tertutup, Asta bertanya kepada dirinya sendiri. Tubuhnya terasa seperti ditimpa oleh batu yang begitu besar, menghalanginya untuk bergerak, sepertinya ada lebam di tangannya, ada apa dengan diriku?
Keringat mulai mengucur di dahi Asta, kini suhu tubuhnya naik, apa aku demam? Ia bertanya dalam hati sambil bergerak-gerak tidak tenang di atas sofa. Mau mencoba memanggil Aster namun bibirnya terasa begitu kering, tenggorokannya pun seperti terbakar, tidak mungkin ia memanggil siapapun, atau bahkan berbicara kepada siapapun dengan kondisi seperti ini. Ada yang tidak beres dengan semua ini…
“ASTA!!!” Tiba-tiba ia mendengar Aster memanggilnya, dan tubuhnya sontak langsung terbangun, dan ya, sekujur tubuhnya berkeringat parah,
“Ke-Kenapa?” Asta bertanya,
“Dari tadi aku panggil, tapi kamu mengigau terus, jadi aku terpaksa berteriak,” Aster menjelaskan,
“Aku-“
“Hei, ada apa dengan tanganmu?” Aster menunjuk ke lengan kanannya, Asta mengikuti arah telunjuk Aster dan melihat bercak keunguan yang sangat gelap memenuhi lengannya. Asta tentu saja terkejut melihatnya,
“Hah?! Kok… Rasanya tadi aku hanya tertidur…” Asta menggeleng-gelengkan kepalanya, yang benar saja… Ini sangat aneh!
“Sebentar, kau ada salep untuk lebam?” Aster bertanya,
“Ada, ambil di lemari di sebelah sana,” Asta menjawab, telunjuknya mengarah ke lemari yang berada di dekat pintu,
“Kau tinggal di dunia seperti ini, bagaimana caranya kau punya salep?” Aster bertanya penasaran,
“Aku punya caraku sendiri, kau tidak perlu tahu,” Asta tersenyum,
“Baiklah…” Aster akhirnya mengangkat bahunya dan membuka lemari yang dimaksud. Aneh, tidak ada barang apapun selain sebotol salep,
“Lemari sebesar ini hanya untuk salep?” Aster bertanya tak percaya,
“Sudah kubilang, aku punya caraku sendiri,”
“Iyaa… Iyaa… Dasar menyebalkan, masih bagus aku mau mengobatimu!” Aster mendumal dan kembali duduk di sofa, mulai mengobati lengan Asta yang terlihat mengerikan,
“Apa yang kamu lakukan hingga tanganmu seperti ini?” Aster bertanya dengan penasaran, rasanya sebelum ia tidur, tangan Asta baik-baik saja,
“Aku juga tidak tahu…”
“Bagaimana bisa?”
“Sebelum tidur, ini semua tidak ada. Ini sangat aneh,” Asta menggeleng-gelengkan kepalanya, menatap ngeri tangannya sendiri yang hampir dipenuhi oleh lebam-lebam yang membuat siapapun berjengit.
“Ya, aku pikir kamu tidur seheboh apa hingga tanganmu lebam-lebam seperti itu!” Aster mendecih,
“Enak saja, kalau ngomong nggak mikir, ya!” Asta mendengus, sekaligus merintih kesakitan ketika Aster menyentuh bagian lebam yang sangat gelap,
“Sakit?”
“Nggak!”
“Bohong, kalau sakit bilang aja!” Ucap Aster sambil menekan sedikit lebamnya, membuat Asta mengaduh,
“Sakiit!” Asta menepis lengan Aster dengan kesal, Aster hanya tertawa puas melihat laki-laki di sebelahnya memanyunkan bibir dan meniup lebamnya yang ditekan oleh Aster, di dalam hati merutuk perempuan yang kini tertawa dengan puas.