Palembang, Desember 2008
Jam dinding menunjukan pukul sepuluh pagi, waktunya istirahat sekolah tapi murid murid memilih diam di dalam kelas karena hujan sedang turun dengan lebatnya. Neil yang duduk di deret bangku paling belakang sedang sibuk menulis sinopsis cerita di notesnya. Dia tampak sangat serius sampai tidak menyadari kalau Tiara yang duduk di depannya dari tadi sedang memperhatikan.
“Lo nulis apa?”
Neil yang sibuk menulis menyadari kalau Tiara sedang memperhatikan.
“Eh iya, ini lagi nulis sinopsis cerita buat film pendek gue.”
“Coba, boleh gue liat.”
Neil mengangguk, Tiara langsung mengambil notes Neil dan membacanya dengan serius.
“Wow menarik banget.” Mata Tiara terlihat berbinar setelah membaca notes sinopsis milik Neil. Neil tersenyum lebar dan tersipu malu.
“Jadi si cowok ini rela jadi pencuri barang cuma untuk cari perhatian cewek misterius yang dia suka.” Lanjut Tiara.
“Yang dia suka banget, soalnya dia cinta pada pandangan pertama.” Lanjut Neil menanggapi respon Tiara.
“Jatuh cinta pada pandangan pertama banget? Kenapa harus gitu?”
“Kenapa gak harus gitu? Hahahaha.”
Tiara tanya Neil lagi, kali ini dengan wajah serius. “Serius gue, lo tuh sering banget bilang jatuh cinta pada pandangan pertama. Emang kenapa sih sama itu?”
“Hahahahaa... soalnya bokap sama nyokap gue gitu, Tir.”
Tiara kaget. “Hah serius lo?”
Neil mengangguk dan melanjutkan ceritanya. “Iya, dulu bokap gue pemain teater dan nyokap gue penulis skenario di teater itu. Nah bokap gue jatuh cinta pada pandangan pertama ke nyokap gue. Padahal waktu itu posisinya lagi bokap gue lagi diomelin sutradara karena salah dialog mulu, tapi di sela sela itu dia liat nyokap gue lagi coret coret skenario.”
Tiara geleng geleng seakan tidak percaya dengan cerita Neil. Menurutnya dalam hati cerita seperti itu cuma ada di film.
“Masa cuma gitu doang?”
“Ada lagi, kata bokap gue waktu nyokap mirip banget sama Widyawati kan dia ngefans tuh. Makanya sampe sekarang bokap merasa kayak Sophan Sophiaan. Hahahaha!”
“Hahahaha. Kocak bokap lo.” Tawa Tiara dan Neil membuat suasana kelas yang dingin karena hujan menjadi sedikit hangat.
“Tapi kenapa sekarang bokap sama nyokap lo gak lanjutin teaternya sih?”
“Pas gue lahir bokap dan nyokap udah realistis kalo rada susah nyari uang dari teater, apalagi disini. Makanya cita cita gue nanti mau kuliah di Jakarta dan lanjutin impian orang tua gue.”
“Emang lo mau jadi apa? Jadi aktor?”
Neil geleng geleng kepala dan dia lalu bilang, “Sutradara film.”
Jawab Neil sambil nyengir. Melihat Neil, saat itu Tiara merasakan suatu getaran masuk ke dalam benaknya yang membuat matanya seakan tidak mau berpaling dari Neil.
“Eh iya kalo nanti gue punya kesempatan syuting cerita gue tadi, gue mau ajak kak Andra jadi pemainnya ya? Duh kak Andra cantik.”
Tiara memicingkan matanya tanda tidak setuju.
Neil melanjutkan. “Bercanda gue, lebih cocok lo kok yang main jadi cewek misterius nya ya. Soalnya dalam benak gue tampilan karakternya kayak lo gitu. Tinggi, putih, feminim, rambut panjang dan punya lesung pipi, hahahaha. Lo mau gak?”
Mendengar pertanyaan Neil, membuat Tiara sadar dari lamunannya. “Hah kok gue?”
Neil mengangguk, Tiara melanjutkan pertanyaannya.
“Bercanda mulu lo, ah. Eh tapi pemeran utamanya kan pencuri. Dia mencuri apa?”
Neil diam sejenak, matanya melihat ke arah air hujan yang menempel di jendela kelas.
“Hmm... Dia mencuri hati lo.” Jawab Neil diikuti tawa yang kencang.
Tiara pun sebenarnya cukup jijik mendengar ucapan Neil, tapi entah kenapa saat itu dia merasa sangat senang.
Tiba tiba suara bel tanda berakhir istirahat berbunyi. Neil dan Tiara langsung kembali ke posisi tempat duduk masing masing, namun kemudian Tiara berbalik lagi ke hadapannya.
“Eh, nanti pulang sekolah ngobrol lagi dong. Gue pengen belajar nulis juga, gue mau bikin novel.” Tiara bicara sambil berbisik.
“Serius lo mau bikin novel?”
Tiara mengangguk. Neil kemudian melihat jam yang ada di tangan kirinya.
“Ayo aja sih tapi gue gak bisa hari ini. Soalnya pulang sekolah nanti gue udah janji mau antar adek gue kursus masak. Dia mau belajar masak buat jualan, bantu bantu nyokap. Lusa kali ya, gimana?”
Tiara mengangguk dan memberikan tanda oke dengan tangannya.
Neil lalu memasukan notes sinopsisnya ke dalam laci, lalu dia kembali memandang jendela kelas yang masih terkena rintik air hujan. Dia menatap dalam sambil berkata dalam hati, “gue pasti bisa.”
Dia tersenyum dan berjanji kepada diri sendiri.