Vega menelepon Neil tapi tidak ada jawaban. Dari raut wajahnya yang muram, terlihat kalau Vega sangat kesal walaupun masih belum jelas dia kesal karena Neil telat jemput atau karena komentar Bastian sebelumnya.
Sedangkan di sisi lain, Neil terus menggeber motornya buru buru menjemput Vega. Dia tahu handphone nya bergetar karena telepon dari balik saku jeans tapi dia memilih untuk fokus terus menyetir motor.
Dua puluh menit berlalu, Vega yang masih duduk menunggu di kursi yang ada teras. Dia mulai kehilangan kesabaran dan berpikir untuk memesan taksi daripada harus menunggu Neil lebih lama. Namun kemudian Bastian keluar dari dalam kelas, dia duduk di kursi sebelah Vega lalu menyalakan rokoknya. Melihat Bastian, Vega mengurungkan niatnya memesan taksi. Dia merasa ini waktu yang tepat untuk cari muka ke Bastian menyangkut masalah casting.
“Belum pulang?” Sambil menghisap rokoknya, ternyata Bastian yang justru bertanya lebih dulu.
“Eh, belum mas.”
“Nunggu di jemput pacar kamu ya? Siapa namanya…”
Saat Bastian bertanya tentang Neil, Vega kembali insecure. Dalam benaknya dia tidak ingin kalau Bastian bertanya lebih detail tentang Neil, karena dia tahu kalau Bastian lebih tertarik dengan pacarnya. Vega sebisa mungkin berpikir mencari topik lain untuk mengalihkan fokus Bastian.
“Ngga mas, dia lagi sibuk.” Jawab Vega yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Bastian.
“Oiya, kalo soal casting emangnya mas butuh nyari berapa talent?” Lanjut Vega membuka topik obrolan lain.
“Sekitar dua atau tiga sih, tergantung yang cocok dari kelas kira kira berapa orang.”
Selama mendengarkan Bastian bicara, Vega chat Neil dari handphone nya. Dia cuma bilang kalau sudah sampai, Neil tunggu di luar pagar saja. Tentu saja itu dilakukan Vega supaya Bastian tidak bertatap muka dengan Neil, karena kalau itu terjadi sudah tentu mood nya jadi semakin hancur. Namun dia tidak tahu kalau Neil yang sedang buru buru dengan motornya, sama sekali tidak menggubris apapun yang terjadi di handphone nya.
“Memang ini bukan casting untuk peran utama. Tapi ini perannya penting banget, karena gue jamin kalau pemainnya bener udah pasti masuk nominasi awards.” Lanjut Bastian.
“Kalo gue tadi emangnya gimana mas?” Vega kembali bertanya tentang penampilannya tadi.
“Kayak gue bilang lo bagus, cuma masih standar. Gue butuh yang lebih bisa mengontrol emosi. Akting itu bukan pamer, dan lo tadi mau berusaha untuk pamer. Udah berusaha pamer tapi sayang banget failed.”
Lagi lagi ucapan Bastian membuat mental Vega terguncang. Saat perform tadi dia merasa sudah menghayati dengan sepenuh hati, tapi malah dibilang berusaha untuk pamer. Ucapan itu sedikit membuat hatinya terluka. Melihat rokok Bastian yang masih belum habis dan Neil yang belum juga datang, Vega kembali berpikir untuk mencari topik obrolan lain. Saat ini dia sudah tidak mau bertanya lagi tentang akting, yang malah membuatnya terus kesal. Dia lalu teringat mamanya yang dulu pernah bekerja sama dengan Bastian.
“Mas, aku lupa sampein. Ada salam dari mamaku, dulu katanya pernah kerja bareng.”
“Oiya? Siapa?” Tanya Bastian dengan serius kepada Vega.
“Mamaku, Gassani Pertiwi. Dulu pernah kerja bareng di film apa gitu aku lupa.”
Bastian memicingkan matanya mencoba mengingat tentang Gassani Pertiwi. Tidak butuh waktu lama, dia langsung bisa mengingat sosok Gassani dulu waktu masih muda. Aktris cantik dengan senyum tipis memukau dengan potensi tinggi menjadi bintang besar.
“Oiya Gassani mama kamu? Kenapa gak bilang?”
“Ya emang gak perlu bilang kan hehehe.”
“Dimana dia sekarang?”
“Di Bandung.”
“Ngapain di Bandung?”
“Ngurusin toko kue nya.”
Bastian sangat semangat memberondong Vega dengan pertanyaan seputar ibunya, namun suasana itu tidak berlangsung lama. Tepat jam empat sore, tiba tiba Neil dengan motornya masuk ke dalam pagar. Perhatian Bastian dan Vega segara tertuju kepada Neil. Setelah parkir, Bastian turun dari motor dan menghampiri Vega dan Bastian yang duduk di teras. Vega hanya bisa geleng geleng melihat Bastian, rasa kesalnya semakin bertambah.
“Halo mas? Apa kabar? Tanya Neil dengan sopan.
Tidak ingin Bastian menjawab pertanyaan itu, Vega segera memotong dengan memberikan pertanyaan kepada Neil.
“Loh bisa jemput? Tadi katanya sibuk?” Tanya Vega yang justru dijawab Neil dengan ekspresi bingung. Dengan wajah kesan, Vega mengedipkan mata memberikan kode kepada Neil. Untung Neil bisa mengerti kode itu.
“Oh iya, tadi urusan aku kelar lebih cepet jadi mau jemput.”
Neil menjawab dengan wajah panik karena mengerti kalau dia sudah melakukan sebuah kesalahan. Bastian mulai merasa aneh dengan perilaku Neil dan Vega tapi dia memutuskan untuk tidak ikut campur dengan urusan mereka.
“Oh gitu. Oke deh, mas Bastian kalo gitu aku pulang dulu ya?”
“Oke, hati hati di jalan. Salam buat Gassani.”