Siang ini, Vega sedang menatap wajahnya sendiri di cermin sebuah toilet kecil berukuran dua kali tiga meter. Dia menatap hidungnya, matanya, bibirnya lalu membelai lembut rambutnya sendiri. Dalam hati dia menilai seberapa berharganya dirinya, dia sampai Neil tetap ada untuknya setelah kejadian kejadian yang sudah mereka alami. Kemudian dia membuka tas ranselnya lalu mengambil popcorn caramel yang sudah dibeli sebelumnya.
Vega lalu menguncir rambutnya, merapikan sedikit kemeja flanel, membuka bungkus popcorn, kemudian keluar dari toilet. Sambil memakan popcorn sedikit demi sedikit, dengan sedikit basa basi dia menyapa pegawai wanita yang duduk di meja resepsionis. Senyum palsu dari Vega juga dibalas dengan senyum palsu formalitas oleh si pegawai wanita. Vega membuka pintu dorong kaca untuk keluar dari ruangan itu kemudian berdiri menunggu di depan pintu kaca. Di situ terlihat dari plang yang terpampang di pinggir jalan, kalau dia baru keluar dari klinik psikolog.
Tanpa sepengetahuan Neil dan mamanya, sudah hampir satu bulan dia pergi sendiri untuk memeriksakan diri mencari tau apa benar dia mengidap bipolar disorder. Sudah sebulan, namun psikolog belum bisa memberikan keputusan karena memang harus melalui beberapa proses lagi untuk mengetahui hasilnya.
Dia takut kalau nanti ternyata benar benar bipolar, dia bingung harus melakukan apa kalau itu terjadi. Untuk mencoba untuk tetap tenang, dia terus mengambil popcorn caramel hingga tak terasa baru sepuluh menit, di dalam bungkus sudah tersisa setengah porsi saja.
Vega melihat jam tangannya sudah menunjukan pukul tiga siang, tidak terasa sudah hampir dua jam berada di klinik psikolog. Sebenarnya jadwal kuliahnya hari ini sangat padat tapi dia memutuskan untuk bolos. Selain ke psikolog, dia juga ingin mengejar waktu ke kelas akting karena Bastian akan mengumumkan murid akting yang lolos casting. Tak dipungkiri kalau Vega sangat berharap lolos, walaupun mendapat kritik cukup pedas, sebenarnya penampilannya masih tergolong baik dibanding yang lain.
Vega mengambil handphonenya untuk menelepon Neil.
“Halo, kenapa?” Jawab Neil dari ujung telepon.
“Aku gak masuk kuliah siang ya.”
“Kamu kenapa? Masih gak enak badan?” Tanya Neil, karena tadi pagi Vega beralasan tidak ikut kuliah pagi karena sedang tidak enak badan.
“Iya.. Tapi nanti aku tetap ke kelas Bastian.”
“Yakin? Ntar kalo sakitnya makin parah gimana?”
“Aku gapapa kok, istirahat sebentar paling udah mendingan. Nanti pulang kuliah, kamu jemput aku ya? Tapi jangan masuk pager.”
“Iya aku jemput, tapi kamu udah makan siang belom?”
Vega melihat popcorn caramel yang sedang dia pegang di tangan kirinya, lalu dia menjawab Neil, “Sekarang aku lagi makan siang kok.”
“Oke oke, yaudah nanti aku jemput.”
“Oh iya, ngingetin aja. Jangan kelamaan kalo ngobrol sama Tiara.”
Vega mematikan telepon, melihat kanan kiri lalu menyetop taksi yang kebetulan sedang lewat. Dia membuang popcorn caramel yang sebenarnya masih tersisa setengah porsi ke tong sampah yang ada di sampingnya, setelah itu segera pergi on the way menuju kelas akting Bastian.
***
Setelah menerima telepon dari Vega, Neil masih duduk sendiri di kantin yang ramai dengan segelas lemon tea panas yang belum diminum di atas mejanya. Kejadian kemarin masih sangat mengganggu, bagaimana mungkin pacarnya sendiri tega melempar catokan panas ke dadanya. Menurut logikanya, sangat tidak masuk akal melakukan itu hanya gara gara Tiara, sahabat lamanya yang sebenarnya Vega juga kenal. Neil tidak tahu tentang kejadian di kelas akting atau apa pergolakan batin yang Vega alami di pikirannya kemarin, kali ini Vega sama sekali tidak mau cerita. Logika Neil mulai berpikir realistis tentang hubungan mereka tapi hatinya bilang kalau itu bentuk pengorbanan sebuah cinta sejati.
Tiba tiba dari belakang, Tiara datang dan duduk disebelah Neil.
“Bengong aja, mas?” Ujar Tiara mengejutkan Neil.
“Eh, Tir? Neil terkejut bukan karena terkejut, namun karena kaget melihat Tiara. Dia langsung celingak celinguk sekitar kantin untuk memeriksa keadaan. Sebelum dia sadar, kalau Vega sedang tidak ada di kampus.
“Lo kemaren kenapa sih? Berantem ya?”
Neil menghela nafas panjang lalu bicara, “ya gitu deh, Tir.”
Dari tasnya Tiara mengeluarkan sebuah flyer yang bertuliskan “Kompetisi Film Pendek” lalu memberikannya kepada Neil. Neil membaca flyer itu dengan detail, disitu terdapat info tentang kompetisi film pendek dengan tema hidup dan cinta yang diadakan oleh sebuah production house ternama.
“Tuh, ikutan lo. Gue siap kok jadi pemainnya hahahaa.”