Di dalam taksi, Vega mengeluarkan sim card bu Reni kemudian memasukan sim card miliknya. Dia langsung mencoba menelepon Neil. Beberapa kali dicoba, handphone Neil tidak aktif. Vega tidak hilang akal, dia mencari Neil melalui akun facebook. Namun setelah dicoba beberapa kali, akun facebook Neil menghilang. Termometer emosi Vega mulai naik, dia mulai marah, tangan kirinya kembali menjadi korban cubitan tangan kanannya.
Waktu menunjukan pukul dua belas siang. Tiba di kampus, sambil berlari Vega menyusuri kampus. Dia melewati setiap lorong sampai kantin kampus tapi sama sekali tidak melihat Neil. Emosi Vega makin tidak menentu, dia ingin teriak, dia ingin menangis, dia ingin marah, tapi dia sadar tidak mungkin melakukan itu semua di kampus.
Vega ingat kalau dia belum mendatangi kelas Neil, pikirnya mungkin sekarang Neil sedang berada di dalam kelas. Dia segera lari ke arah kelas Neil. Saat ini Vega merasa waktu berjalan dengan sangat cepat tapi sama sekali tidak berpihak kepadanya.
Dia tiba di kelas Neil, bertepatan dengan Tiara yang keluar dari dalam kelas. Tiara baru saja diskusi tugas dengan teman sekelasnya, dan sekarang dia ingin ke kantin untuk makan siang. Melihat Tiara, Vega langsung bertanya tentang Neil.
“Tiara, lo tau Neil kemana?”
Vega menanyakan suatu pertanyaan yang sebenarnya juga ingin dia tanyakan. Karena sudah dari tadi pagi dia menghubungi Neil tapi nomornya tidak aktif.
“Gak tau, emang kenapa?”
“Gak mungkin lo gak tau, kan lo sahabatnya.” Vega mulai mendesak Tiara untuk menceritakan apa yang dia tau.
“Dia tadi gak masuk jam kuliah pagi. Gue udah coba telepon dia, tapi nomornya gak aktif. Jadi gue gak tau dia kemana.”
Vega kesal mendengar jawaban Tiara, dia kembali mencubit tangannya. Tiara yang pertama kali melihat hal itu, langsung reflek menahan tangan Vega untuk mencubit diri sendiri.
“Apa apaan sih lo?!” Ujar Tiara dengan tegas.
“Bukan urusan lo. Gue cuma mau tau, lo tau gak Neil kemana?!”
Tiara sebenarnya tau tujuan Neil seperti apa. Dia bisa saja dengan mudah memberitahu Vega tapi melihat tindakanya barusan yang terus menyakiti diri sendiri, dia jadi ragu. Dia tidak mau sahabatnya kembali disiksa oleh Vega.
“Ya gue gak tau! Lo kan pacarnya, harusnya lo yang tau.”
Vega kesal melihat Tiara yang tidak menanggapinya dengan ramah. Tanpa membalas respon Tiara, dia langsung pergi. Tiara yang melihat Vega pergi, kembali mencoba menelepon nomor Neil tapi ternyata nomornya masih tidak aktif.
Vega memesan taksi untuk ketiga kalinya. Dia sudah tidak tau lagi harus mencari Neil kemana. Di tengah keputusasaan, Vega ingat akan cita cita Neil yang ingin jadi sutradara. Menurutnya saat ini mungkin saja Neil datang menemui Bastian. Mereka nyambung secara obrolan, Bastian juga merespon positif cita cita Neil. Walaupun kemungkinannya kecil tapi mungkin saja sekarang Neil sedang ada disana.
Jam menunjukan pukul setengah dua siang. Taksi Vega sudah tiba di kelas akting Bastian. Dia masuk ke dalam pagar, terlihat suasana masih sangat sepi karena memang kegiatan belajar mengajar belum dimulai. Vega berjalan ke dalam disana hanya terlihat tiga karyawan yang sedang sibuk dengan pekerjaan masing masing, tanpa rasa bersalah atas kejadian sebelumnya, dia masuk ke dalam ruangan Bastian yang berada di lantai satu.
Di dalam ruangan, Bastian dan Desy sedang diskusi tentang projek yang sedang dikerjakan. Saat melihat Vega sudah berdiri di depan pintu, mereka berdua cukup terkejut. Mereka kira kalau Vega pasti sudah tidak ada nyali lagi untuk muncul.
Vega datang dengan wajah yang sangat merah, terlihat dia sedang menahan amarah. Sekejap saja, Bastian langsung menyadari kalau Vega akan kembali berbuat onar.
“Kanapa kesini?” Tanya Bastian dengan wajahnya yang sengak.
“Saya kesini baik baik, mas.” Jawab Vega dengan terus menahan marah.
“Ya ada apa?”
“Saya mau tanya, Neil pacar saya. Apa dia ada kesini atau menghubungi mas Bastian?”
Bastian heran karena pertanyaan itu menurutnya sangat aneh. Dia ngobrol intens dengan Neil saja hanya sekali, saat menemani Vega mendaftar di kelas akting. Bagaimana mungkin orang asing sepertinya tau mengenai keberadaan Neil.
“Gue ngobrol sama pacar lo aja cuma sekali. Kenapa lo malah tanya itu ke gue?”
“Soalnya mas selalu pengen ngobrol lebih sama dia kan? Mungkin aja dia kesini.”
“Dia aja takut sama lo. Ngobrol sama gue aja gak berani, gimana mau samperin gue?!” Bastian kembali mengeluarkan keahliannya mengeluarkan kata kata yang menggores hati.
“Maksud lo apa mas, bilang dia takut sama gue?”
“Lo gak sadar? Lo gak liat? Dia tuh gak bebas gara gara lo.”
“Mas, jangan sok tau ya. Gue gak pernah ngekang dia!”
“Gue kasih tau ya. Energi lo tuh udah nutup semua potensi dia. Kalo sekarang dia pergi itu, wajar banget.”
Vega tidak terima dengan pendapat Bastian. Menurutnya Bastian hanya orang sok tau, yang tidak mengenal dia dan Neil dengan dalam. Vega yang tidak terima melakukan tindakan reaktif, dia marah lalu dengan sengaja menyenggol gelas di atas meja sampai jatuh dan pecah. Hal itu membuat Bastian murka.
“Apa maksud lo?!”