Bekerja di Bali bukan berarti atasan kami adalah juga orang Bali juga. Atasan kami adalah para expartriat yang didatangkan dari negeri pemilik vendor jaringan bermerek Huawei, China.
Dari sini aku jadi paham mengapa banyak para expartriat menduduki posisi-posisi penting pada berbagai industri. Membawa orang dari negeri asalnya pemilik vendor peralatan jaringan telekominikasi sebagai atasan kami bekerja masih bisa kuterima alasannya.
Bisa jadi peralatan itu sudah mereka pahami lebih dahulu ketimbang kami. Dan bisa jadi peralatan itu lebih bersesuaian dengan karakter mereka ketimbang karakter kami. Karenanya, banyak orang-orang di negeri ini yang bekerja di sana ketika kembali ke negeri ini mereka mendapat nilai penghargaan jabatan dan nilai rupiah yang lebih besar ketimbang yang tidak mengalami bekerja di negeri asal pemilik barang.
Tidak seperti peralatan yang dimiliki vendor-vendor Eropa, barang-barang dari vendor China musti memiliki jadwal pemeliharaan rutin. Sehingga menambah slot pekerjaan kami. Beberapa posisi tertentu baru kutemukan setelah bekerja dengan vendor dari China. Durasi kerja jadi lebih panjang dan bebannya jadi lebih banyak.
Yang aku tidak setuju adalah ketika para expartriat yang bukan berasal dari negara pemilik barang ternyata juga digaji jauh lebih tinggi ketimbang kami para pekerja lokal. Ini malah jadi bentuk penjajahan di era modern.
Baik expartriat dari negara asal barang maupun expartriat lainnya, mereka sama-sama digaji dengan nilai berpuluh kali lipat gaji pekerja lokal dengan pekerjaan yang sama. Inilah yang membentuk mental-mental inferior pada bangsa ini. Sehingga lebih bangga pada bangsa lain ketimbang bangsa sendiri. Padahal banyak penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi kehidupan bersama, yang dilakukan oleh bangsa ini.
Sayangnya, selalu terhambat di perizinan dan legalitasnya karena penemuan-penemuan itu lebih mengutamakan kepentingan bersama yang kebanyakan menggratiskan energi yang diperoleh. Tentunya hal ini menjadi ancaman bagi para pengusaha besar dan para pemilik modal. Mereka menginginkan uang haya berputar pada mereka saja.
*******************
”Nama saya itu ga biasa didengar sama orang Indonesia. Jadi panggil saja saya Elvis,” kata seseorang yang menjadi mager kami saat ditanya mengapa tidak menggunakan nama China-nya untuk berinteraksi dengan kami.
Elvis adalah manajer kami. Ia juga baru lulus S1 jurusan Managemen di negeri asalnya. Usianya masih 24 tahun. Pembawaannya selalu ceria. Sayang, ia tidak bisa mengaplikasikan ilmu manajemen yang ia dapat sewaktu kuliah. Tapi menurutku, ilmu manajemen seperti ini tidak mesti berkuliah dahulu.
”Pekerjaan ini tertolak,” ucap Elvis saat kami menanyakan hasil pemerikasaan pekerjaan tim LOS[1] survey kami di lapangan.
Kami pun meminta seluruh tim LOS survei untuk mengulang survei. Namun begitu esoknya kami berikan hasilnya, kembali Elvis menolaknya. Hal ini terjadi terus-menerus sampai kami keheranan sendiri mengapa tertolak terus. Kami juga kasihan pada tim survei. Mereka dibayar untuk satu kali survei saja. Karena merasa ada yang aneh, aku dan Ganda, temanku di tim transmisi kemudian berembuk.
”Elvis, ini sudah kesekian kalinya kamu tolak pekerjaan-pekerjaan teman-teman kami. Tidak mungkin semua pekerjaan mereka salah. Pasti ada satu-dua yang benar,” ucap Ganda pada Elvis sambil mencoba mencari tahu apa sebabnya.
”Ya, ini kan salah, lihat nih, jadi tertolak,” Elvis menunjukkan satu laporan yang menurutnya salah.
”Trus, bagaimana dengan hasil LOS survei yang lainnya?”, aku mencoba menyelidik.
”Ok, saya coba. Yang ini OK, yang ini OK,”
Begitu seterusnya untuk beberapa site, sampai akhirnya ia kembali menemukan site yang tidak OK lagi.
”Dan yang ini tertolak,” lanjut Elvis.
”Duh, Elvis, kalau caramu memeriksa seperti ini, bisa-bisa 137 site yang kami ajukan tidak akan pernah bisa kamu terima. Kamu kan bisa bilang, site mana saja yang tertolak. Bukan malah mengatakan tertolak tanpa menyebutkan nama site-nya,” sahutku agak geram.
Elvis memang bukan kuliah di jurusan telekomunikasi. Tapi, ini bukan soal jurusan. Ini soal buruknya SDM yang mereka jadikan sebagai manajer tapi memberitahu kategori file saja tidak bisa.
”Ya sudah, sekarang berikan kami daftar site yang tertolak tadi,” pintaku pada Elvis.
”Ya yang tertolak yang saya sebutkan tadi,” jawab Elvis sekenanya.
”Hmm... ya sudah Elvis, sebutkan saja nama-nama site-nya. Biar kami yang tulis,” aku benar-benar gemas dibuatnya.
***********